TEMPO Interaktif, Jakarta - Mantan pemimpin redaksi majalah Playboy Indonesia, Erwin Arnada resmi mendaftarkan Pengajuan Kembali (PK) atas kasasi kasusnya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pagi ini. PK tersebut diajukan karena pihak Erwin merasa ada kekhilafan yang dilakukan majelis hakim dalam persidangan kasus Erwin, karena tidak menggunakan UU Pers sebagai dasar pertimbangan melainkan KUHP. Dalam berkas PK yang diajukan tersebut, Erwin juga mengajukan Ketua Dewan Pers, Bagir Manan sebagai saksi.
“Sebagai mantan Ketua Mahkamah Agung, ia berpengalaman menangani kasus yang melibatkan pers. Selain itu, saat ini beliau berposisi sebagai Ketua Dewan Pers sehingga sangat pas untuk memberi penjelasan tentang pentingnya penggunaan UU Pers di dalam kasus ini. Ia juga sudah bersedia.,” kata pengacara Erwin Arnada, Todung Mulya Lubis kepada wartawan di Pengadilan Negeri Jaksel, Selasa (12/10).
Selain akan menghadirkan mantan Ketua MA tersebut, kuasa hukum Erwin juga berencana akan menghadirkan saksi yang berasal dari Playboy Internasional untuk menjelaskan perbedaan antara Playboy Indonesia dengan Playboy di luar negeri. “Kami sedang pertimbangkan saksi dari pihak Playboy Internasional juga supaya ada gambaran jelas perbedaan antara Playboy Indonesia dengan Playboy Jepang, Amerika Serikat atau Eropa,” ujar Todung lagi.
Dalam kesempatan itu, Todung mengkritisi logika hukum yang dipakai Mahkamah Agung dalam menangani kasus kliennya. Ia berdalih, semestinya MA mengikuti alur hukum yang sudah diterapkan Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi karena menggunakan UU Pers dalam mengadili Erwin. “Makanya, saya bingung dengan MA, kenapa mereka tiba-tiba menggunakan KUHP, bukan UU Pers,” kata Todung.
Ia juga menyayangkan MA yang tidak mempertimbangkan keterangan saksi-saksi yang diajukan Dewan Pers sewaktu persidangan. Padahal, menurutnya, daari saksi yang diajukan Dewan Pers tersebut, soal konten pornografi, Playboy Indonesia tidak ada apa-apa dibandingkan dengan label serupa yang ada di luar negeri. “Kalau dibandingkan dengan yang luar negeri, Playboy Indonesia tidak ada apa-apanya. Bahkan jika dibandingkan dengan penerbitan dalam negeri yang lain, Playboy justru kalah seronok,” katanya lagi.
Ia berpendapat, kasus ini juga sudah melenceng dari substansi semula, dimana yang dipermasalahkan adalah nama, bukan isi. “Ini hanya persoalan nama ‘Playboy’nya saja,” ujarnya.
Todung datang ke PN Jaksel sekitar pukul 10.00 WIB mengenakan pakaian berwarna cokelat dan langsug mendaftarkan berkas PK atas nama kliennya tersebut
ARIE FIRDAUS