TEMPO Interaktif, Jakarta - Aksi Sumardy, Chief Executive Officer perusahaan marketing Buzz & Co mencari terobosan pemasaran dengan mengirim paket peti mati ke sejumlah media jadi perkara. Akibat aksinya itu, Sumardy akhirnya ditetapkan Polsek Metropolitan Tanah Abang menjadi tersangka.
" Tindakannya dianggap melanggar Pasal 335 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tentang perbuatan tidak menyenangkan" kata Kapolsek Tanah Abang Ajun Komisaris Besar Polisi Johanson Ronald Simamora di Jakarta, Selasa 7 Juni 2011.
Meski jadi tersangka, Sumardy tidak ditahan. " Tapi ia dikenakan wajib lapor tiap Senin- Kamis" kata Johanson." Ancaman hukuman di bawah lima tahun"
Menurut Johanson, pemeriksaan terhadap Sumardy tetap dilakukan. Pun juga sejumlah saksi lain. Polisi, kata Johanson, juga menyita 31 peti mati yang belum dikirim. Selain itu, ada juga komputer lipat (laptop) yang berisi 100 daftar orang penerima peti mati serta satu unit mobil ambulans bernomor polisi B 8392 YU yang digunakan untuk mengirim paket peti mati itu.
Kasus ini bermula dari paket peti mati yang diterima sejumlah perusahaan media massa, periklanan, dan beberapa perorangan, dua hari lalu. Belakangan, ada penerima paket yang tidak senang dengan barang kiriman itu dan melapor ke polisi.
Dari laporan itulah polisi kemudian mendatangi kantor Buzz & Co di lantai 3 gedung Senayan Trade Centre. Polisi menggeledah tempat itu dan menyita puluhan buku berjudul Rest In Peace Advertising: The Word of Mouth Advertising yang diterbitkan PT Gramedia Pustaka Utama. Buku karya Sumardy inilah yang dipromosikan lewat cara bagi-bagi peti mati tadi.
Sumardy mengatakan ide pengiriman paket peti mati itu digagas olehnya dan tim pemasaran perusahaan. Gagasan ini semata-mata hanya sebuah strategi pemasaran. “Sama sekali tidak ada niat buruk,” kata Sumardi di Polsek Tanah Abang. Namun, jika dinilai menyalahi hukum, sebagai pimpinan Sumardy siap untuk bertanggung jawab. "Saya mencoba memberikan alternatif bagi orang pemasaran dengan pendekatan yang berbeda."
Sumardy memilih gagasan tentang peti mati itu karena biayanya lebih murah ketimbang memasang iklan. Total untuk membuat 100 peti mati dia cukup mengeluarkan biaya Rp 50 juta. Sementara, jika memasang iklan anggaran yang disiapkan bisa dua kali lipat lebih besar.
Sumardy mengatakan gagasan itu sudah dirancang lebih dari dua bulan lalu. "Kalau tahu akhirnya seperti ini tentu tidak akan kami lakukan,” katanya.
IRA GUSLINA | INDRA WIJAYA