TEMPO Interaktif, Jakarta - Rencana Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Jakarta Raya menggugat satu mitranya, PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja), mendapat dukungan. Institut hijau Indonesia, lembaga penggiat lingkungan, setuju PDAM Jaya berhenti menjadi sapi perahan. “Harus segera dilaksanakan biar masyarakat tahu,” kata Direktur Institut itu, Selamet Daroyni, Jumat, 9 September 2011.
Menurut Selamet, tata kelola pendistribusian air bersih kepada masyarakat di Jakarta masih menyisakan masalah besar. Mulai dari pelayanannya yang mengecewakan, harganya yang terus naik, hingga masalah pengelolaan sumber air itu sendiri yang belum menunjukkan kinerja memuaskan.
Baca Juga:
Ia memang berharap Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berani segera melakukan pembaruan kontrak kerja sama. “Kalau memang merugikan kenapa mesti dipertahankan, jangan terus-menerus mengeluh,” katanya.
Sebelumnya, mitra Pemerintah DKI yang lain, Aetra, sudah setuju renegosiasi kontrak yang sifatnya mencari keseimbangan baru. Keduanya di antaranya siap untuk tidak menaikkan tarif sampai kontrak berakhir pada 2016.
Namun Palyja hingga kini masih enggan untuk melakukan proses renegosiasi rebalancing kontrak hingga PDAM Jaya berencana mengajukan gugatan pada Rabu lalu. Perusahaan air pelat merah ini tengah menyiapkan poin-poin gugatan.
PDAM Jaya menilai perjanjian kontrak yang lama tidak adil. Akibat perjanjian itu, PDAM memiliki utang sekitar Rp 153 miliar atas imbalan air yang dialirkan ke pelanggan. Jika perjanjian ini diteruskan hingga 2022, jumlah utang PDAM bisa membengkak menjadi Rp 18,2 triliun.
JAYADI SUPRIADIN