TEMPO Interaktif, Jakarta - Rencana PDAM Jakarta Raya menggugat mitranya, PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja), mendapat semakin banyak dukungan. Institut Hijau Indonesia, lembaga penggiat lingkungan, kemarin menyatakan setuju PDAM Jaya berhenti menjadi sapi perahan.
"(Gugatan) harus segera dilaksanakan biar masyarakat tahu," kata direktur institut itu, Selamet Daroyni, kemarin.
Menurut Selamet, tata kelola pendistribusian air bersih kepada masyarakat di Jakarta masih menyisakan masalah besar. Dari pelayanannya yang mengecewakan, tarifnya yang terus naik, hingga masalah pengelolaan sumber air itu sendiri yang belum menunjukkan kinerja memuaskan.
Ia memang berharap PDAM Jaya berani segera melakukan pembaruan kontrak kerja sama dengan para mitranya. "Kalau memang merugikan, kenapa mesti dipertahankan, jangan terus-menerus mengeluh," katanya.
Mitranya yang lain, Aetra, sudah setuju melakukan renegosiasi kontrak yang sifatnya mencari keseimbangan baru. Keduanya di antaranya siap tidak menaikkan tarif sampai kontrak berakhir pada 2016.
Namun Palyja hingga kini masih enggan melakukan proses re-balancing kontrak hingga PDAM Jaya mengumumkan rencananya untuk mengajukan gugatan pada Rabu lalu. Perusahaan air pelat merah itu tengah menyiapkan poin-poin gugatan.
PDAM Jaya menilai perjanjian kontrak yang lama tidak adil. Akibat perjanjian itu, PDAM memiliki utang sekitar Rp 153 miliar atas imbalan air yang dialirkan ke pelanggan. Jika perjanjian ini diteruskan, hingga 2022 nanti jumlah utang PDAM bisa membengkak menjadi Rp 18,2 triliun.
Sebelumnya, dukungan untuk mengajukan gugatan disampaikan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta. Sekretaris Komisi A DPRD William Yani, menyatakan layanan Palyja tak kunjung maksimal setelah 13 tahun masa kontrak yang sudah dijalani. Dia mencontohkan aliran air yang bisa mati sampai dua hari atau aliran air melemah.
Yang lebih mengecewakan, Palyja tetap menghitung pergerakan meteran air saat air kotor hasil flushing (penggelontoran air) pembersihan pipa distribusi air yang kering selama beberapa hari. "Akhirnya, pelanggan harus membayar juga air keruh yang tidak terpakai dan dibuang percuma tersebut," kata Yani.
Sejumlah pelanggan Palyja yang dihubungi Tempo juga mendukung adanya gugatan. "Kalau perlu, putuskan saja kontrak dengan Palyja," kata Rudi Kurniada, warga Menteng, Jakarta Pusat.
Dimintai tanggapannya atas rencana gugatan tersebut, juru bicara Palyja, Meyritha Maryannie, menyatakan Palyja saat ini masih berkonsentrasi memulihkan pelayanan yang belum normal pasca-perbaikan pintu air di Kalimalang. Namun Meyritha menambahkan, pihaknya siap melakukan renegosiasi kontrak seperti yang dituntut.
"Palyja bahkan telah mengambil inisiatif menyampaikan proposal kepada PDAM Jaya, Badan Regulator, dan Gubernur DKI Jakarta lebih dari setahun lalu," katanya.
JAYADI SUPRIADIN | ARYANI KRISTANTI | HERU TRIYONO