TEMPO Interaktif, Jakarta - Dua pejabat yang terlibat dalam proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk elektronik (e-KTP) dilaporkan ke Kepolisian Daerah Metro Jaya oleh Konsorsium Lintas Peruri, salah satu dari dua konsorsium yang kalah saat tender dilakukan.
Dua orang yang dilaporkan, yaitu Ketua Panitia Lelang Drajat Wisnu Setiawan dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Sugiarto. Mereka dilaporkan atas dugaan telah melanggar Pasal 378 KUHP tentang Penipuan, juncto Pasal 374 tentang Penggelapan, juncto Pasal 415 tentang Penyalahgunaan Wewenang, dan melanggar Pasal 22 juncto Pasal 48 ayat 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 mengenai Larangan Monopoli serta Pasal 52 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2010 tentang Informasi Publik.
"Panitia lelang tetap menerima dana Rp 50 juta dari konsorsium, padahal sebelumnya PPK sudah menandatangani kontrak dengan konsorsium Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI) sebagai pemenang lelang," kata Handika Honggowongso, kuasa hukum Konsorsium Lintas Peruri Solusi, Selasa, 13 September di Mapolda Metro Jaya.
Masalah itu sendiri berawal saat Konsorsium Lintas Peruri dan Konsorsium Telkom memasukkan surat sanggahan pada 5 Juli 2011 dan menyertakan uang jaminan bank senilai Rp 50 juta. Surat sanggahan itu dikirim sebagai sanggahan atas ketidaklolosan mereka dalam tender yang dilakukan panitia lelang dengan alasan 'power supply' yang tidak memenuhi syarat.
"Padahal kami mengkopi langsung standar perusahaan di Amerika. Lagipula kami sudah dalam pengadaan alat e-KTP seperti di Yogyakarta, Denpasar, Buleleng, Cirebon, dan Padang," kata Handika lagi.
Menurut Handika, panitia lelang semestinya menolak dan menjelaskan bahwa sanggah banding sudah tidak berguna karena pada 29 Juni PPK sudah membuat surat penunjukan pemenangan PNRI. Penandatanganan kontrak PNRI dengan panitia lelang sendiri dilakukan pada 1 Juli.
"Mereka tetap menerima uang dan surat sanggahan itu. Seharusnya mereka menolak uang itu. Tapi tetap diterima dan tidak jelas penggunaannya. Seharusnya juga masuk kas negara, tapi tidak. Sepertinya digelapkan," ujar Handika menjelaskan laporan bernomor TBL/3120/IX/2011/PMJ/Ditreskrimum itu.
Kesalahan prosedur pantia lelang, menurut Handika, juga dikuatkan oleh surat Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) dalam surat tanggal 23 Agustus 2011. "Dalam surat itu, pada masa sanggah banding, pejabat seharusnya dilarang buat keputusan," kata Handika lagi.
Untuk memperkuat gugatan itu, Handika juga melampirkan barang bukti berupa surat kontrak pada 1 Juli. Selain itu, Handika juga meminta Polda Metro Jaya untuk mendatangkan tiga orang saksi, yaitu Direktur Utama Lintas Bumi Lestari, Winata Cahyadi; perwakilan PT Telkom, Arif Yahya; dan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi.
"Menteri Gamawan sebaiknya segera dipanggil karena ia yang paling bertanggung jawab. Sebelumnya, ia mengatakan akan mundur jika ada kesalahan prosedur dalam proses pengadaan e-KTP. Sekarang ada bukti kesalahan prosedur dan ia harus tanggung jawab," kata Handika.
ARIE FIRDAUS