TEMPO Interaktif, Jakarta -- Kementerian Pendidikan Nasional meninjau ulang status menuju rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI) Sekolah Menengah Atas Negeri 6 Jakarta, setelah terjadinya tawuran antara pelajar sekolah itu dan wartawan pada Senin lalu. "Status RSBI (SMA 6) sedang dievaluasi oleh Badan Penelitian dan Pengembangan," kata Direktur Jenderal Pendidikan Menengah Kementerian Pendidikan Nasional Hamid Muhammad, saat dihubungi kemarin.
Hamid mengatakan salah satu indikator yang mempengaruhi status RSBI adalah pendidikan berkarakter. Masalah moral jadi pertimbangan. "Ini tidak hanya untuk SMAN 6, ya," ujarnya.
Dia mengatakan Kementerian Pendidikan ikut turun tangan karena tawuran itu diliput banyak media dan sudah rutin terjadi di Ibu Kota sehingga dikhawatirkan bisa memicu letupan di daerah.
Dinas Pendidikan DKI Jakarta sendiri menyerahkan kasus tersebut ke polisi. "Persoalan kami serahkan kepada hukum agar bisa obyektif," kata Wakil Kepala Dinas Pendidikan DKI Agus Suradika di SMA 6, Jalan Mahakam, Jakarta Selatan, kemarin.
Untuk menghapus kebiasaan tawuran di sekolah itu, kata Agus, Dinas Pendidikan juga memikirkan sejumlah solusi, di antaranya memotong beberapa generasi siswa SMA 6. "Kami juga mempertimbangkan beberapa wacana lain. Mungkin juga penggabungan sekolah (SMA 6 dan SMA 70)," ujarnya. SMA 6 dan SMA 70 adalah dua sekolah bertetangga yang kerap terlibat dalam tawuran.
Menurut anggota Komisi E Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta, Wanda Hamidah, pemutusan beberapa generasi di SMA 6 tidak akan serta-merta menghilangkan tradisi tawuran. "Karena pengaruh siswa kan tidak datang dari sekolah saja, tapi juga dari lingkungan," katanya.
Menurut Wakil Menteri Pendidikan Nasional Fasli Jalal, wacana penggabungan SMA 6 dan SMA 70 sudah cukup lama mengemuka tapi mengendap lagi. "Pemerintah daerah Jakarta punya pertimbangan sendiri hingga tidak diwujudkan sampai sekarang," ujar Fasli di kantornya kemarin.
Dia mengatakan pemerintah DKI Jakarta, yang punya wewenang menggabungkan kedua sekolah itu, terus melakukan pengkajian. "Apakah solusinya merger atau bukan, pemerintah pusat akan mendukung," ujar Fasli.
Bentrokan antara siswa SMAN 6 dan wartawan terjadi ketika para wartawan menggelar aksi damai. Aksi itu buntut dari pengeroyokan terhadap wartawan Trans 7, Oktaviardi, saat meliput tawuran di antara dua sekolah yang bertetangga, SMAN 6 dan SMAN 70, Jumat lalu.
Menurut Ketua Poros Wartawan Jakarta Widi Wahyu Widodo, tak pernah ada niat balas dendam dari wartawan ketika datang melakukan aksi damai. Aksi damai dilakukan untuk menagih janji sekolah yang seharusnya memberi jawaban untuk Oktaviardi pada Ahad lalu. "Tapi mereka tetap saja mengatakan bisa saja yang melakukan orang lain," kata Widi.
Empat wartawan yang menjadi korban dalam tawuran itu kemarin mengadu ke Dewan Pers. Mereka adalah Yudistiro Pranoto (fotografer Seputar Indonesia), Panca Syurkani (fotografer Media Indonesia), Septiawan (fotografer Sinar Harapan), dan Doni dari Trans TV. Satu korban lainnya, Banar Fil Ardir (fotografer Kompas.com), tidak datang.
Ketua Dewan Pers Bagir Manan meminta agar kasus itu diselesaikan melalui jalur hukum. Alasannya, kekerasan merupakan perbuatan melanggar hukum sehingga harus ada proses, baik untuk pelajar maupun jurnalis. "Harus obyektif, yang penting prosesnya," katanya.
Namun Bagir mengingatkan pemecahan persoalan harus menggunakan prinsip restorative justice, di luar proses hukum yang represif. "Hukum pun sudah mengatur proses untuk anak-anak di bawah umur."
Pemimpin SMA 6 juga akan mengadu ke Dewan Pers karena merasa gerah dengan pemberitaan seputar tawuran tersebut. "Beritanya tidak berimbang. Saya akan serahkan hak jawab sekolah ke Dewan Pers," kata Kepala SMA 6 Kadarwati Mardiutama.
Dia mengatakan pihaknya mau membeberkan duduk persoalan yang sebenarnya lewat hak jawab itu, termasuk kronologi bentrokan seusai mediasi pihaknya dengan wartawan, yang dilakukan di ruang kerjanya. "Masalah dengan wartawan Trans 7 sudah selesai. Tapi, setelah mediasi, seperti ada provokasi," ujarnya.
Adapun Kepolisian Resor Jakarta Selatan menemukan sebilah pisau di lokasi kejadian. Juru bicara Polres Jakarta Selatan, Ajun Komisaris Aswin, mengatakan pihaknya belum memastikan siapa pemilik pisau itu. "Semoga bisa jadi petunjuk untuk mengetahui pelaku," ujarnya.
DIANING SARI | HERU TRIYONO | ARIE FIRDAUS | ARYANI KRISTANTI