TEMPO Interaktif, Jakarta - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan menggunakan teknologi bus sistem elevated atau sistem layang untuk menggantikan monorel yang kemungkinan besar batal diterapkan.
Rencananya pembangunan dimulai awal tahun 2012 dan selesai tahun 2014. "Haltenya di atas, penumpang naik turun pakai tangga," kata Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Udar Pristono, Rabu, 21 September 2011.
Menurut Pristono, ada empat keuntungan jika moda transportasi pengganti monorel adalah bus. Pertama, tidak perlu membuat manajemen baru lantaran bisa melanjutkan manajemen Badan Layanan Umum Transjakarta. Kemudian, meminimalisasi panjang jalur transit yang harus dilalui orang, memperluas jangkauan pelayanan jaringan, sehingga bisa lebih optimal, dan meringankan beban pusat kota dari pergerakan untuk singgah.
Bus layang yang akan dibangun bakal menggunakan jalur melingkar (loop line). Berbeda dengan jalur bus Transjakarta saat ini yang sistemnya radial (menyebar). "Karena efektivitas sistem jaringan kendaraan ataupun orang apabila konfigurasi jaringan mengadopsi radial dan loop line," kata Pristono.
Untuk armadanya direncanakan akan disediakan 50 unit bus gandeng masing-masing dengan kapasitas 180 orang. "Headway (jarak antarbus) 3 menit," ujarnya.
Sedangkan untuk tarif diperkirakan berkisar Rp 6.000 hingga Rp 8.000. Mekanisme subsidi juga akan digunakan seperti Transjakarta saat ini. Diprediksi jalur melingkar ini bisa mengangkut sekitar 45 ribu penumpang per harinya. "Dari analisis peramalan 20 tahun mendatang diperkirakan ada pertumbuhan signifikan mencapai 218.565 penumpang per hari pada 2035," kata Pristono.
Pristono menyatakan ada 160 pilar kolom pier yang sudah dibangun untuk koridor hijau monorel dipergunakan untuk konstruksi jalan bus layang ini. Saat ini sedang ada pengkajian mendalam kekuatan struktur tiang monorel. "Untuk dua arah pilar monorel yang diperlukan ada yang perlu ditambah kekuatan strukturnya. Yang semula dimensi 1.200 x 1.600 menjadi 1.600 x 200," kata dia.
Tiang-tiang monorel ini rencananya akan dipakai membangun 16 titik halte dengan jalur melingkar. Di antaranya ada 12 titik yang akan menjadi titik transfer ke koridor lain dan stasiun kereta api.
Halte-halte yang akan dibangun di antaranya halte Polda, SCBD, Bank Niaga, Bunderan Senayan, Gelora Bung Karno, Plasa Senayan, Palmerah, Pejompongan, Karet, Sudirman, Setiabudi Utara, Kuningan Madya, GOR Sumantri Casablanca, Kementerian Kesehatan, Kuningan Timur, dan Satria Mandala.
Karena pembangunan monorel sudah mangkrak selama lebih dari tujuh tahun, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bakal menghentikan pembangunan monorel. Alasannya, jika diteruskan investasi yang dibutuhkan untuk mengambil alih proyek terlalu mahal.
Menurut Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo, jika sudah berjalan biaya operasionalnya pun terlalu tinggi. "Subsidi yang diberikan bisa lebih banyak dari 13 koridor bus Transjakarta mencapai Rp 400 miliar. Ini kan tidak seimbang," kata dia di Balai Agung, Rabu sore, 21 September 2011.
Untuk menggantikan moda transportasi Light Rapid Transit (LRT) monorel ini Pemerintah Jakarta memutuskan menggunakan moda Bus Rapid Transit (BRT) Transjakarta. "Pokoknya bus, bus layang, atau apa namanya yang tidak berbasis rel," katanya.
Fauzi menambahkan di beberapa negara sebenarnya sudah ada teknologi bus yang lebih canggih bernama oban. Ada jalur khusus di mana ban akan dicantelkan dengan mesin penggerak samping. Teknologi ini lebih maju terkomputerisasi. Tapi bukan jenis ini yang akan digunakan di Indonesia.
ARYANI KRISTANTI