TEMPO Interaktif, Jakarta:- Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto menyatakan Jakarta tidak layak huni jika dilihat dari ketersediaan ruang terbuka hijau.
Saat ini indeks RTH Jakarta hanya 6 meter persegi per orang. Ini masih jauh dibanding indeks RTH dunia seluas 11-134 meter persegi per orang. Saat ini kota-kota Asia lain, seperti Shanghai, Singapura, dan Kuala Lumpur, telah mencapai indeks RTH lebih dari 15 meter persegi per orang.
Kementerian Pekerjaan Umum pun mendesak Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memaksimalkan segala upaya untuk menyediakan RTH 30 persen dari luas wilayah yang ada. Pembangunan infrastruktur secara masif dengan mengorbankan ruang terbuka hijau akan mengganggu ekosistem kota.
"Adanya banjir, kekeringan dan kelangkaan air, pencemaran udara, serta peningkatan iklim mikro menjadi salah satu indikasi kurangnya RTH," kata Djoko dalam Lokakarya "Perubahan Iklim dan Kota Hijau: Dari Konsep Menuju Rencana Aksi" di Kementerian Pekerjaan Umum, Senin 25 September 2011.
Dalam kesempatan tersebut, Gubernur DKI Fauzi Bowo mengaku kesulitan mencari ruang untuk menambah RTH. Apalagi jika harus memenuhi standar penyediaan RTH sebanyak 30 persen dari luas Ibu Kota. Saat ini persentase RTH di Jakarta baru 9,8 persen.
Baca Juga:
"Pesimistis untuk Jakarta. 30 persen itu kurang lebih 200 kilometer persegi atau 200 kali Monas. Siapa yang mau khusus membebaskan tanah untuk menyediakan ruang terbuka hijau di Jakarta," ujar Fauzi.
Namun, berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Fauzi baru mengetahui bahwa pemerintah daerah hanya menanggung kewajiban menyediakan RTH seluas 20 persen. Sedangkan sisanya ditanggung oleh swasta.
Untuk bisa mencapai jumlah RTH tersebut, Fauzi melanjutkan, pemerintah provinsi melakukan beberapa hal, di antaranya memberikan insentif kepada pihak pengembang rumah susun. Pasalnya, bentuk bangunan ini bisa dikontrol koefisien dasar bangunannya untuk penyediaan ruang publik.
Pengamat perkotaan dari Universitas Trisakti, Yayat Supriatna, justru menuding pemerintah DKI tidak memiliki keinginan yang kuat untuk menambah RTH. Alasannya, penambahan RTH tidak dimasukkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah 2011-2030. Payung hukum lain yang mengatur petunjuk pelaksanaan RTH juga tidak ada.
"Memang sampai kiamat tidak bisa dicapai target sesuai dengan UU, yakni 30 persen. Tapi harus ada target penambahan RTH itu di dalam RTRW yang baru," Yayat menegaskan.
ARYANI KRISTANTI