TEMPO Interaktif, Bekasi - Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup (BPLH) Kota Bekasi menemukan indikator pencemaran air lindi atau air sampah dari tempat pengelolaan sampah terpadu (TPST) Bantargebang terhadap sejumlah air sungai.
Air lindi dalam volume besar dari lokasi sampah seluas 110 hektare itu masuk ke Kali Asem yang mengalir persis di belakang zona 3 TPST Bantargebang, melintas di kawasan Cimuning, lalu masuk ke saluran Kali Jambe.
"TPST Bantargebang memiliki instalasi pengolahan air sampah, tapi kapasitas tampungnya tak memadai, sehingga kemungkinan masuk ke sungai," kata Zainal Abidin, Kepala Subbidang Pencemaran Air dan Udara Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Kota Bekasi, kepada wartawan di kantornya, Kamis 6 Oktober 2011.
Indikator pencemaran air lindi itu diketahui dari hasil uji laboratorium sampel air Kali Jambe yang diambil tiga hari lalu. Air berwarna hitam memiliki beberapa parameter pencemaran melebihi baku mutu.
Di antaranya parameter total dissolved solids (TDS) atau parameter fisik mencapai 2.250 miligram per liter, jauh melebihi baku mutu 1.000 miligram per liter.
Kemudian parameter total suspended solid (TSS) atau kepadatan yang menyebabkan kekeruhan mencapai 138 miligram per liter, melebihi baku mutu 50 miligram per liter. Parameter chemical oxygen demand (COD) sebesar 40 miligram per liter di atas baku mutu 25 miligram per liter. Serta parameter krom heksavalen dari barang berbahaya beracun seperti baterai dan aki mencapai 0.07 miligram per liter, di atas baku mutu 0.05 miligram per liter.
"Terlihat adanya pencemaran," kata Yeni Suryani, Kepala Laboratorium Lingkungan Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Kota Bekasi.
Menurut Yeni, kandungan bakteri E. coli dari tinja belum bisa diuji laboratorium karena Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Kota Bekasi belum memiliki teknologi mikrobiologi.
Namun pada umumnya, kata Yeni, sungai turut tercemar bakteri E. coli selain temuan parameter pencemaran lain. "Dan TPST bisa saja menyumbang semua jenis bakteri karena berbagai jenis sampah ada di sana," kata dia.
Menurut Yeni, parameter TDS air Kali Jambe sangat tinggi melebihi baku mutu, sehingga cahaya matahari tidak bisa menembus permukaan air. Akibatnya terjadi septick dengan kondisi fisik air hitam. "Air kemudian kurang oksigen, dan kondisi itulah yang menimbulkan bau," katanya.
Seharusnya Kali Jambe masuk kategori kelas 2, di mana air bakunya bisa dimanfaatkan untuk menyiram tanaman. Tapi riilnya kualitas air masuk kategori sungai kelas 4 karena pencemaran sangat tinggi.
"Revitalisasi harus memperbaiki bagian hulunya dulu, setelah itu aliran kalinya dibersihkan," ujar dia.
Menurut Zainal Abidin, Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Kota Bekasi sejak 18 Juli lalu mengirim surat peringatan kepada PT Godang Tua Jaya, pengelola TPST Bantar Gebang. Isi surat peringatan adalah mewajibkan PT Godang Tua Jaya segera melaporkan hasil uji laboratorium kualitas baku air dan udara di sekitar TPST. "Tapi sampai sekarang belum ada laporan masuk ke kami," kata dia.
Direktur PT Godang Tua Jaya, Doglas Manurung, membantah air sampah TPST Bantargebang mengalir ke Kali Asem, kemudian masuk Kali Jambe. "Kami memiliki empat kolam pengolahan air sampah," kata Doglas. "Yang pasti kapasitasnya mampu menampung semua air lindi."
Doglas menjelaskan, air sampah di TPST Bantargebang diolah sampah steril. "Setelah itu baru dibuang ke sungai," katanya.
Doglas malah menyalahkan pemulung di sekitar TPST Bantargebang yang melakukan aktivitas pencucian plastik daur ulang di sekitar TPST Bantargebang. Air bekas pencucian itu, kata Doglas, masuk ke Kali Asem yang menyebabkan pencemaran di sepanjang Kali Asem dan Kali Jambe.
Mengenai surat teguran, Doglas mengaku belum paham. Dia hanya memastikan pengelola TPST setiap hari melakukan uji laboratorium terhadap kondisi air sampah. "Pemerintah DKI juga melakukan uji berkala setiap bulan," kata dia lagi.
HAMLUDDIN