TEMPO Interaktif, Jakarta - Korban pencurian pulsa David Tobing menolak mediasi dengan operator Telkomsel. David mengatakan ia menghendaki proses persidangan perdata segera dilanjutkan tanpa melalui proses mediasi. "Jika diperbolehkan saya minta mediasi dilewati saja," kata David di dalam persidangan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Kamis siang, 20 Oktober 2011.
Permintaan itu ditolak ketua majelis hakim, Andi Risa Jaya. Risa mengatakan proses mediasi merupakan tahap yang wajib dilakukan sebelum melanjutkan sidang perdata. Ia kemudian menunjuk salah seorang hakim untuk memimpin mediasi antara David dan Telkomsel.
Di luar persidangan, David mengemukakan alasannya menolak mediasi. Ia memilih melanjutkan persidangan untuk memberi efek jera kepada operator Telkomsel. "Agar operator tidak berbuat hal yang sama terhadap pelanggan lain."
Sebelum mendaftarkan gugatan, David mengatakan ia berkali-kali dihubungi Telkomsel yang hendak mengajak berdamai. Tapi ajakan itu ditampiknya.
Dalam gugatannya David meminta Telkomsel mengganti kerugian yang dialaminya. Besarnya Rp 90 ribu, sesuai dengan jumlah pulsa yang dicuri. Angka itu bahkan jauh lebih kecil dari ongkos pendaftaran gugatan yang mencapai Rp 1.016.000. Tapi, kata David, gugatan ini bukan sekadar perkara uang, "Ini masalah prinsip."
Kuasa hukum Telkomsel Ignatius Andy menolak mengomentari substansi gugatan lantaran sidang belum dimulai. Soal besar ganti rugi yang diajukan David, Andy mengatakan "Ini bukan masalah besar-kecil ganti rugi. Ini masalah pelayanan terhadap konsumen."
David adalah pengacara. Ia juga menjadi penasihat dua warga Jakarta yang melaporkan kasus pencurian pulsa ke Kepolisian Daerah Metro Jaya.
Gugatan terhadap Telkomsel diajukan jauh sebelum kasus pencurian pulsa menjadi sorotan publik dan media pada 13 September 2011. Selain menggugat Telkomsel, dia juga pernah menggugat secure parking. Namanya dikenal publik ketika menggugat penggunaan lambang Garuda Pancasila di seragam tim sepak bola nasional.
ANANDA BADUDU