TEMPO Interaktif, Jakarta - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengklaim akan senantiasa proaktif memberikan perlindungan kepada saksi, termasuk terhadap pengedar video Salemba, Syarifuddin Supri Pane. Perlindungan darurat akan diberikan jika ancaman terhadapnya benar-benar nyata.
"Kalau ada ancaman nyata, pengedar video Salemba bisa mendapat perlindungan darurat," kata Ketua LPSK, Abdul Haris Semendawai, saat dihubungi, Jumat, 18 November 2011, pagi.
Menurut Haris, perlindungan darurat dapat diberikan semasa permohonan perlindungan oleh bersangkutan masih dalam proses di lembaganya. Bentuknya, saksi atau korban akan diungsikan di rumah aman dan mendapat pengawalan sampai waktu tertentu.
"Untuk itu saksi harus sabar menunggu proses persetujuan mendapat perlindungan selama 30 hari. Pasalnya, persetujuan berasal dari rapat paripurna LPSK," ujarnya.
Ia menambahkan, perlindungan darurat atau perlindungan resmi terhadap saksi atau korban biasanya menyangkut kejahatan serius. Di antaranya tindak pidana korupsi, narkotika, terorisme, perdagangan manusia, dan pelanggaran hak asasi manusia berat.
Mengenai pantas atau tidaknya Syarifuddin mendapat perlindungan, Haris mengatakan harus dikaji terlebih dahulu. Pihaknya tidak bisa secara sepihak menentukan seseorang berada di bawah perlindungan LPSK. "Perlindungan biayanya dari APBN. Jadi, harus sesuai Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang LPSK. Tidak sembarangan," Haris menegaskan.
Pihaknya mempersilakan Syarifuddin mengajukan permohonan perlindungan. Apabila permohonan tidak ada, menurutnya, LPSK hanya bisa melakukan sebatas komunikasi
saja. "Kemarin dia (Syarifuddin) ke LPSK cuma minta pendapat saja. Ia diterima Unit Penerimaan Permohonan," tutur Haris.
Haris menyikapi dengan positif niat baik Syarifuddin yang menyebarkan video berisi praktik menyimpang di Rutan Salemba. Ia berharap, Kementerian Hukum dan HAM melihatnya bukan sebagai informasi menyudutkan. "Tetapi menjadikannya sebagai dasar perbaikan."
Bekas terpidana pemalsuan visa Amerika Serikat, Syarifuddin, ragu akan kemampuan LPSK melindunginya. Kemarin, dia mengatakan, proses keputusan mendapat perlindungan dari lembaga ini amat lama, yakni 30 hari. "Nanti kalau saya keburu mati bagaimana," kata pria 44 tahun itu. Ia sendiri juga tak yakin akan menjadi saksi yang dilindungi setelah proses pertimbangan 30 hari itu.
Syarifuddin khawatir keselamatannya terancam setelah menyebarkan video Salemba. Pasalnya, video dari kamera ponsel miliknya itu membuat Menteri Amir Syamsuddin menggelar inspeksi mendadak pada Rabu lalu. Sayangnya, Menteri Amir tidak melihat rutan dalam kondisi yang sama dengan video berdurasi 20 menit itu. Ia menganggap Syarifuddin berbohong.
HERU TRIYONO