TEMPO Interaktif, Jakarta - Polisi terus mendalami kasus pembunuhan Humala Pardede, 59 tahun, sopir Koperasi Taksi Indonesia (KTI). Dugaan awal polisi, Humala dimungkinkan menjadi korban pembunuhan salah sasaran.
"Bisa jadi dia korban pembunuhan yang salah sasaran. Karena profil orangnya baik," ujar Kepala Sub-Bagian Hubungan Masyarakat Polres Metro Jakarta Timur, Komisaris Didik Hariyadi, Selasa, 6 Desember 2011.
Didik mengatakan, selang dua hari penyelidikan, polisi sudah memeriksa semua orang di sekitar korban. Kesimpulannya, almarhum orang baik dan amat kecil kemungkinan memiliki masalah keluarga dan teman kantor. "Dia (Humala) jauh dari masalah. Malam sebelum terbunuh, korban sempat memberi rokok ke petugas keamanan pool Koperasi Taksi," kata Didik.
Dugaan perampokan terhadap Humala terpatahkan setelah semua barang berharga miliknya, yaitu dua buah ponsel serta dompet berisi Rp 450 ribu, tidak lenyap. Dugaan dendam, kata Didik, juga kemungkinan tereliminasi karena Humala dikenal baik. "Kami belum menduga dia selingkuh atau main perempuan," tuturnya.
Lebih jauh, menurut Didik, ada berbagai jenis pembunuhan. Antara lain pembunuhan berencana, pembunuhan salah sasaran, pembunuhan karena kelalaian, dan pembunuhan sebagai reaksi atas suatu serangan. "Nah, terkait Humala, semua versi sedang dalam penyelidikan. Sabar saja," ujarnya.
Keponakan korban, Hendri Panjaitan, memiliki dugaan lain. Menurutnya, pelaku justru mengenal pamannya tersebut. Buktinya, kata Hendri, kartu surat izin mengemudi (SIM) dan kartu tanda penduduk (KTP) diambil pelaku. Kemudian wajah pamannya dirusak sedemikian rupa agar polisi tidak mengenali identitasnya. "Sudah jelas pelaku ingin mengaburkan identitas Humala," ujarnya.
Hal itu diperkuat dengan dipisahkannya taksi dengan jenazah korban di dua tempat berbeda. Taksi bernomor polisi B 1211 FTA ditempatkan di depan kantor Asabri di Jalan Mayjen Sutoyo, Cililitan, Jakarta Timur. Sementara jenazah Humala ditemukan di saluran air depan kantor Palang Merah Indonesia Jakarta Timur, Jalan I Gusti Ngurah Rai, Duren Sawit, Jakarta Timur.
Yang luput dari rencana pelaku, menurut Hendri, adalah mengecek dashboard taksi. Ternyata, di laci dashboard terdapat KTP lama Humala yang tidak terpakai. "Nah, KTP lama ini yang tidak diambil pelaku, malah jadi petunjuk polisi untuk mengungkap identitas korban, meski wajahnya sudah rusak," tutur Hendri.
Sementara menurut Didik, dari banyaknya dugaan, belum tentu ada yang benar karena semua masih penyelidikan.
HERU TRIYONO