TEMPO Interaktif, Jakarta - Hari Sabarno, terdakwa kasus korupsi pengadaan mobil pemadam kebakaran, kembali menyanggah berperan dalam penerbitan radiogram ke 22 kepala daerah pada 2004 lalu. Sanggahan disampaikan Hari dalam sidang pembacaan pleidoi atau nota pembelaan berjudul "Berkeadilan dan Berkemanusiaankah Proses Hukum Terhadap Saya?" di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi DKI, Kamis, 15 Desember 2011.
Hari dalam pleidoinya mengaku, sebagai menteri tidak pernah terlibat secara langsung maupun tidak langsung, dalam proses penerbitan radiogram berisi instruksi pembelian mobil damkar. Ia membantah pernah memerintahkan Direktur Jenderal Otonomi Daerah Oentarto Sindung Mawardi untuk membuat radiogram seperti yang dilakukan Mendagri sebelumnya.
"Hal itu tidak keluar dari mulut saya sendiri. Karena saat itu saya tidak pernah tahu ada surat-surat yang sebelumnya dikeluarkan di Departemen Dalam Negeri," ujar purnawirawan jenderal tersebut.
Soal nota berwarna hijau yang diklaim Oentarto berisi disposisi Hari padanya, dibantah Hari. Menurutnya, nota itu hanya kertas biasa yang tidak ada hubungannya dengan radiogram. Nota dinas yang biasanya dia buat, kata Hari, berwarna putih. "Ini ada kejanggalan. Manipulasi," tuduhnya. "Saya tidak pernah membuat nota dinas tersebut."
Hari justru menuding radiogram akhirnya ditandatangani Oentarto lantaran anak buahnya itu terteror oleh bos PT Istana Sarana Raya, Hengky Samuel Daud, bukan karena diperintah olehnya. Seperti diketahui, dalam sidang pemeriksaan saksi, Oentarto mengaku pernah didatangi Daud, dan diteror dengan pistol.
Soal kedekatannya dengan almarhum Daud juga dibantah mentah-mentah oleh Hari. Ia mengklaim tak pernah mendekati seorang pun pengusaha untuk diajak berbisnis. Hari juga membantah sudah membuat kesepakatan dengan Daud terkait pengadaan mobil damkar. Menurutnya, ia memang pernah didatangi Daud di luar kantor untuk berkenalan. Namun, pertemuan itu diklaim hanya berlangsung 30 detik.
Hari mengaku mengenal Daud sebagai pengusaha yang sudah memasok produk ke Kementerian Dalam Negeri sejak tahun 1990-an dan memiliki perusahaan yang menjadi rekanan Kementerian Pertahanan serta TNI. Daud, kata Hari, justru ia kenal sebagai rekan Suroso, asisten pribadinya di Kemendagri. "Dari fakta itu terungkap Daud, Oentarto, dan Suroso membangun konspirasi menerbitkan radiogram," ujarnya.
Sebelum sidang ditutup, Hari sempat menanyakan soal masa penahanannya yang akan habis 19 Desember mendatang. Mengenai hal itu, Ketua Majelis Hakim Suhartoyo mengatakan sudah memproses masa penahanan Hari di pengadilan tinggi. Sidang diputuskan ditunda hingga dua pekan ke depan, dengan agenda pembacaan putusan.
Dalam sidang Jumat pekan lalu, Hari dituntut hukuman lima tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsider enam bulan kurungan. Perbuatan Hari bekerja sama dengan Daud dinilai jaksa merugikan keuangan negara. Dalam amar tuntutan jaksa, Hari disebut menangguk keuntungan Rp 1,29 miliar, sedangkan Oentarto mendapat Rp 200 juta. Adapun kerugian negara dihitung sebesar Rp 97 miliar.
Jaksa menyebut Hari pada Desember 2002 memerintahkan Oentarto agar membuat radiogram dan menandatanganinya, dengan alasan sudah telanjur janji kepada Daud. Lalu Oentarto membuat surat edaran yang mencantumkan spesifikasi mobil damkar milik PT Istana Raya. Selanjutnya, radiogram itu dijadikan dasar Daud untuk menawarkan mobilnya ke daerah.
ISMA SAVITRI