TEMPO.CO, Jakarta - Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) menggerebek rumah penampungan tenaga kerja Indonesia ilegal. Rumah tersebut menampung 13 calon TKI yang dijanjikan berangkat ke Jordan lewat Batam besok.
Menurut Komisaris Besar Yunarlim Munir, Kepala Sub Unit Pencegahan TKI Ilegal Direktorat Pengamanan, Deputi Perlindungan BNP2TKI yang menyambangi rumah penampungan, penyalur itu adalah suami-istri S (warga Jordan) dan E (warga Indonesia).
"Mereka penyalur ilegal karena tanpa PT (perseroan terbatas)," ujarnya di lokasi penggerebekan, Jalan Gardu Gang Pucung III RT 11 RW 04, Balekembang, Kramat Jati, Jakarta Timur, Rabu 21 Desember 2011.
Para calon TKI juga tidak dilengkapi surat lengkap seperti Kartu Tanda Kerja Luar Negeri, surat perjanjian kerja, dan paspor. "Seharusnya mereka terdaftar di Disnaker, ada keterangan izin suami atau orang tua, syarat kesehatan, paspor, visa, surat perjanjian kerja yang disetujui oleh kedutaan setempat," terang Yunarlim.
Namun, saat dikonfirmasi, E menyangkal dirinya sebagai penyalur. Ia mengaku hanya dititipi temannya yang mengurus para TKI itu. "Saya jadi perantara saja," katanya.
Begitu pula S. Dia mengatakan datang ke Indonesia bukan untuk menyalurkan TKI tapi hanya menagih utang US$ 45 ribu. "Saya tidak ada hubungan dengan TKI itu," ujar dia dalam Bahasa Inggris.
Seluruh wanita calon TKI ini berasal dari berbagai daerah, seperti Madura, Majalengka, Sukabumi, Indramayu, hingga Nusa Tenggara Barat. Usia mereka antara 25 sampai 39 tahun. Lama kedatangannya ke Jakarta beragam, mulai dua hari sampai dua pekan.
Salah satu calon TKI, Koimah (30 tahun) asal Sukabumi, mengaku sejak dua pekan lalu berada di rumah penampungan itu. Ia mengaku ditawari untuk menjadi TKI oleh orang di kampungnya. Ia mengaku merasa aneh karena dijanjikan bisa berangkat tanpa surat. Padahal, sebelumnya, tahun 2009 ia pernah berangkat menjadi TKI di Arab Saudi. "Kalau dulu kan pakai surat-surat," katanya.
Calon TKI lainnya, Tuti (28 tahun), mengatakan mau meninggalkan pekerjaan bertani di rumahnya, Indramayu, karena mengincar gaji kerja di luar negeri. "Dulu saya pernah berangkat ke Abu Dhabi tahun 2007-2009, dapat 80 dinar (Rp 1,5 juta) per bulan," ujarnya.
Hamidah (28 tahun), asal Cianjur, juga bercerita pernah ke Arab Saudi dan mendapat 800 dirham (Rp 1,8 juta). "Buat bantu suami," ucap dia.
Kini seluruh calon TKI bersama S dan E ditampung sementara di Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan TKI, Ciracas, Jakarta Timur. "Kalau suratnya tidak lengkap, akan dipulangkan," kata Yunarlim. Adapun S dan E dijerat Pasal 4 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang pengiriman TKI tidak melalui badan hukum. Mereka diancam hukuman empat tahun penjara.
ATMI PERTIWI