TEMPO.CO, Jakarta - Bus-bus Transjakarta mulai dilengkapi stiker dan chain flag yang menandai area khusus perempuan yang disediakan. Penanda berupa poster juga dipasang di setiap halte.
"Ini sebagai kado di Hari Ibu agar para ibu yang naik Transjakarta lebih aman dan nyaman," ujar Muhammad Akbar, Kepala Badan Layanan Umum Transjakarta, di Halte Sarinah, Jakarta Pusat, kemarin.
Sosialisasi pemberlakuan area khusus perempuan di dalam bus Transjakarta dilakukan sejak 12 Desember lalu untuk menekan cukup tingginya angka kasus pelecehan seksual terhadap penumpang perempuan. Hasil survei yang dilakukan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia di Koridor I Blok M-Kota, misalnya, mengungkap 1,24 persen dari 3.000 responden mengaku pernah dilecehkan.
Akbar berharap, dengan penambahan penanda yang mulai dilakukan kemarin, area khusus perempuan nantinya akan berjalan, seperti di gerbong-gerbong kereta Commuter Line, yang dioperasikan PT KAI Commuter Jabodetabek. "Semakin lama tidak perlu diingatkan lagi," katanya.
Anggota Busway Mania, Yuslinar, mengatakan saat ini sosialisasi area khusus perempuan belum berjalan baik. Dia menyatakan masih harus sering mengingatkan soal keberadaan area itu kepada para penumpang pria.
Ia juga meminta ruang lebih lebar lagi untuk perempuan di bus. "Tiga puluh persen untuk laki-laki, 70 persen untuk perempuan," katanya. "Sebab, penumpang ibu-ibu sering membawa anak naik bus."
Tempo juga sempat mewawancarai penumpang bus Transjakarta di Koridor Blok M-Kota mengenai hal yang sama pekan lalu. Seorang penumpang, Muni, saat itu mengatakan kebijakan penyediaan ruang khusus perempuan hanya efektif di shelter atau halte awal keberangkatan. "Setelah melewati dua atau tiga shelter, penumpang mulai berdesak-desakan sehingga campur lagi," katanya.
Sevianur, karyawati swasta, menilai kapasitas bus yang terbatas sebagai penyebab terobosan pengaturan dalam bus tak efektif. "Kalau di jam-jam sibuk, penumpang pasti menumpuk sehingga tidak ada bedanya sebelum atau sesudah ada kebijakan tersebut," katanya.
Akbar mengakui sosialisasi yang belum tersebar luas dan ketentuan pemisahan ruang yang belum efektif itu. "Kami masih harus meningkatkan kemampuan komunikasi petugas kami," katanya.
Soal tambahan ruang untuk perempuan, ia mengakui memang ada keterbatasan. "Di survei yang kami lakukan, memang responden perempuan meminta bus khusus. Saat ini belum bisa, tapi kami menangkap maksudnya," ujarnya.
Selain pemisahan, Akbar menambahkan, kamera akan dipasang dalam bus untuk tujuan yang sama. "(Kamera) mulai akhir Desember ini," kata Akbar.
ATMI PERTIWI | SYAILENDRA