TEMPO.CO, Jakarta - Kian gencarnya pemberitaan negatif terhadap Greenpeace membuat lembaga swadaya asing asal Belanda ini gerah. Greenpeace menganggap sorotan tajam dari pemerintah, legislatif, dan profesional, sejak pertengahan 2011, sebagai bentuk penzaliman terhadap organisasi itu.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang Organisasi Massa, Abdul Malik Haramain, menilai sikap Greenpeace itu hanya bentuk keresahan terhadap produk hukum RUU Ormas.
“Siapa yang menzalimi, saya kira sepanjang Greenpeace ikut aturan, kenapa harus merasa dizalimi. Tapi kalau melawan, negara mana pun pasti tidak akan ada yang mau menerima itu,” ujar Abdul Malik dalam siaran pers yang diterima Tempo.
Sikap Greenpeace, tulis siaran pers itu, disampaikan oleh Kepala Greenpeace cabang Indonesia, Nur Hidayati, lewat jumpa pers catatan akhir tahun Greenpeace yang diselenggarakan Kamis, 22 Desember 2011 di Jakarta. Nur mengeluhkan berbagai sorotan itu lebih kepada upaya penzaliman. ‘’Mulai dari status badan hukum dipersoalkan, terima dana judi, hingga izin peruntukan bangunan. Itu tidak benar,” ujar Nur.
Menurut Abdul Malik, wajar saja jika saat ini Greenpeace merasa khawatir karena RUU Ormas akan disahkan dalam waktu dekat. Pasalnya, lanjutnya, salah satu butir dalam RUU Ormas menyebutkan bahwa LSM asing tidak boleh meminta atau menerima dana dari dalam negeri, baik secara perorangan maupun kelompok.
"Padahal selama ini Greenpeace kerap mengklaim operasional mereka didanai dari 30 ribu donatur Indonesia," ujar politikus PKB itu. Untuk dana yang berasal dari luar negeri pun nantinya harus mendapat izin pemerintah terlebih dulu.
Abdul kembali menegaskan, jika Greenpeace masih menolak tunduk kepada aturan Indonesia, tidak ada lagi alasan bagi pemerintah untuk segera mengambil tindakan tegas. “Kalau melawan, pemerintah wajib bersikap. Bukan berarti ini bentuk penzaliman, tapi siapa pun yang berusaha melawan hukum tentu ada sanksinya,” ujarnya.
Juru bicara Tim Aliansi Mahasiswa Tolak LSM Asing, Rudy Gani, mengatakan pengakuan pendanaan itu berbeda dari kenyataan. LSM ini justru menghimpun dana dari hasil judi lotere di Belanda sebesar 2.250.000 poundsterling atau senilai Rp 31 miliar, seperti terlampir di situs www.postcodeloterij.nl. “Seperti pengakuannya di Majalah Tempo, juru Kampanye Hutan Greenpeace Asia Tenggara, Bustar Maitar, sudah mengakui menerima dana haram itu,” ujar Rudy.
AGUSLIA