TEMPO.CO, Jakarta - Pemasangan bandul beton untuk menertibkan penumpang yang berada di atap kereta oleh PT KAI dinilai tak manusiawi. "Harus kita bayangkan kalau itu kemudian menimbulkan korban pada para penumpang yang naik di atap," ujar Wakil Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Nur Kholis, Jumat, 20 Januari 2012.
Nur mengatakan pemerintah semestinya melihat penyebab penumpang naik ke atap. Menurut Nur, mereka naik ke atap bukan karena mereka suka, tapi karena sarana transportasi publik yang kurang. Oleh karena itu, katanya, pemasangan bandul beton tidaklah bijaksana.
Dia mengungkapkan pemasangan itu dapat dilakukan jika sarana transportasi sudah dapat memenuhi kebutuhan dan masyarakat punya pilihan. "Tapi, dalam kasus ini, masyarakat tidak memiliki banyak pilihan," ujar Nur di kantornya, Jalan Ratuhalhari, Menteng, Jakarta Pusat.
Menurut Nur, memang menumpang kereta di atas atap tidak aman, tapi pemerintah harusnya tanggap dengan memenuhi kebutuhan transportasi. Dia menambahkan, jika nantinya kebijakan pemasangan beton membuat orang celaka, PT KAI pasti dimintai pertanggungjawaban. "Itu karena sudah menyebabkan orang terluka atau meninggal," ujarnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, PT KAI melakukan pemasangan bandul-bandul beton dengan berat 30 kilogram tiap bandul. Hal ini dilakukan agar tak ada penumpang yang naik di atap demi keamanan. Pemasangan bandul itu sendiri dilakukan setelah PT KAI sebelumnya juga pernah memasang palang mirip pintu koboi, menyemprotkan cat, bahkan melumasi atap dengan minyak. Tapi semua itu dianggap gagal. Penumpang masih banyak naik ke atap dan korban mencapai 20-30 orang tiap tahun.
NUR ALFIYAH