TEMPO.CO, Jakarta - Kantor Pelayanan Bea Cukai Pelabuhan Tanjung Priok mengaku mengalami kesulitan jika harus menjerat PT HHS sebagai importir besi bekas (scrap steel) mengandung limbah B-3 dengan pasal pidana. Kepala Seksi Pelayanan Umum Bea Cukai Tanjung Priok, Arief Rahman Hakim, mengatakan untuk menuntut importir dengan pasal pidana harus ada bukti kuat bahwa dokumen dipalsukan dengan sengaja.
Dokumen yang diterima Bea Cukai memang menyebutkan bahwa besi bekas tersebut tidak mengandung limbah B-3. Namun kenyataannya limbah tersebut memang ada. "Jika tidak ada bukti kesengajaan, maka hanya dikenakan saksi administrasi," kata Arief pada Selasa, 2 Februari 2012. Hal ini yang menyebabkan pihaknya belum mengajukan tuntutan kepada PT HHS.
Saat ini pihaknya masih melakukan penyidikan hingga tempat barang tersebut dikirim, yaitu Inggris dan Belanda. "Karena bisa saja ada kemungkinan pemasok besi bekas tersebut yang nakal," katanya. Hal ini didasarkan pada keterangan PT HHS saat diperiksa Bea Cukai yang mengaku hanya memesan besi bekas dan tidak melihat kondisi barangnya saat dimasukkan dalam peti kemas.
Menurutnya, pihak Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) memiliki peluang besar untuk menuntut PT HHS dengan pasal tindak pidana di pengadilan. "Untuk itulah kami berkoordinasi dengan KLH agar tuntutannya lebih kuat," katanya. Menurutnya, jika PT HHS tidak terbukti memalsukan dokumen secara sengaja, maka Bea Cukai hanya bisa memberi sanksi administratif berupa denda.
Sebelumnya, Dirjen Bea Cukai yang bekerja sama dengan Kementerian Lingkungan Hidup mengamankan 113 peti kemas yang berasal dari Inggris dan Belanda. Peti kemas tersebut memuat besi bekas yang terkontaminasi B-3.
SYAILENDRA