TEMPO.CO, Jakarta - Aksi mogok para sopir bus Transjakarta di bawah operator Trans Batavia Rabu, 29 Februari 2012, tidak dilakukan secara serentak. Hanya 60 unit bus Transjakarta di koridor 3 rute Harmoni-Kalideres yang mogok sejak pukul 05.00- 08.00 WIB.
Sebagian besar bus di koridor 2 rute Harmoni-Pulogadung tidak mogok alias tetap beroperasi seperti biasa. Padahal, operator bus koridor 2 sama dengan bus koridor 3 rute Kalideres-Harmoni yang menggelar aksi mogok pagi ini, yaitu Trans Batavia. "Yang kompak cuma koridor 3. Di koridor 2 hanya 20 bus yang dimasukkan ke pool," kata Yanto, 31 tahun, sopir bus Transjakarta koridor 2, Rabu, 29 Februari 2012.
Di koridor 2, bus yang mogok itu seluruhnya jenis bus ekspres. Padahal, di koridor tersebut ada 50 unit bus yang terdiri dari bus ekspres dan reguler.
Penyebabnya, kata Yanto, tidak ada pemimpin aksi di koridor 2. "Enggak ada koordinatornya. (Bus) yang reguler enggak tahu mogok atau tidak," ucap dia.
Menurut Yanto, bus tidak bisa mogok lama karena terikat tanggungjawab ke Pemerintah Provinsi DKI melalui Badan Layanan Umum Transjakarta. "Transjakarta mogoknya enggak bisa lama karena melayani masyarakat."
Menurut Yanto, aksi mogok tersebut dipicu oleh persoalan gaji sopir bus yang bekerja di bawah dua tahun belum naik. "Sopir lama juga ikut mogok untuk bersolidaritas," ujar Yanto, yang sudah tiga tahun menjadi supir bus Transjakarta ini.
Padahal, kata Yanto, para sopir bus tersebut sudah dijanjikan kenaikan gaji sejak Januari 2012 lalu. Tapi saat Januari lewat, gaji belum naik dan dijanjikan lagi pada Februari 2012. "Katanya waktu itu perusahaan lagi krisis."
Budi (bukan nama sebenarnya), 40 tahun, sopir bus koridor 2 lainnya mengatakan, gaji sopir koridor 2 dan 3 masih Rp 1,018 juta per bulan. Padahal, di koridor lain gaji sopir sudah naik menjadi Rp 1,529 juta sejak Januari 2012.
Adapun iming-iming gaji sopir Transjakarta mencapai Rp 5 juta oleh Badan Layanan Umum Transjakarta hanya diwujudkan di koridor 11. "Di sana operatornya Damri. Gajinya Rp 4,5 juta untuk semua sopir," kata dia.
Menurut Budi, gaji sopir belum naik hanya terjadi pada sopir bus di bawah operator Trans Batavia. Saham Trans Batavia dipegang oleh tiga perusahaan bus, yakni Mayasari sebagai pemilik terbesar, diikuti Steady Safe, lalu PPD.
Yanto berharap pihak perusahaan lebih memperhatikan kesejahteraan para sopir. Selama ini, kata dia, jika terjadi kecelakaan dan korban menuntut ganti rugi, para sopir bus yang membayar tuntutan itu. "Kalau ada kaca bus pecah, juga kami yang mengganti," ucap Yanto.
ATMI PERTIWI