TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo menunda penerapan pajak atas restoran. “Saya kira masih harus didalami lagi,” ujarnya ketika ditemui Rabu, 7 Maret 2012.
Menurut Fauzi, pihaknya masih membutuhkan pengkajian lebih cermat terhadap ketentuan batas minimal kena pajak Rp 200 juta per tahun. Sebelumnya batas minimal yang tidak dikenai pajak adalah restoran atau pun warung makan dengan omzet kurang dari Rp 200 juta per tahun atau sekitar Rp 550 ribu per hari.
Sekretaris Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta Djuli Zulkarnaen membenarkan penundaan tersebut. Para pengusaha warung tegal (warteg), menurut Djuli, masih dalam proses pengajuan ke Mahkamah Agung. Oleh sebab itu, pemerintah pun masih menunggu hasil tersebut.
Dengan dikeluarkannya Instruksi Gubernur No. 16 Tahun 2012 tentang Penundaan Pemungutan Pajak Restoran Jenis Usaha Warung, Kantin, dan Kafetaria per tanggal 24 Februari 2012, maka pemungutan pajak tersebut pun ditunda. Meski demikian, Sekretaris Jenderal Ikatan Keluarga Besar Tegal dan pengurus Koperasi Warung Tegal, Arief Muktiono, tetap berharap pemerintah menghapuskan pajak untuk warung-warung kecil.
Arief menyatakan pihaknya masih berupaya melalui proses judicial review. Proses tersebut, menurut Arief, masih akan terus dijalankan hingga munculnya peraturan yang menetapkan bahwa warteg kelak tidak akan dikenai pajak.
Penundaan pajak tersebut merupakan penundaan yang kedua. Sebelumnya pemerintah telah melakukan penundaan tahun lalu. Penundaan dilakukan terhadap semua aturan yang tercantum dalam Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2011. Perda tersebut merupakan pengganti Perda Nomor 8 Tahun 2003 tentang Pajak Restoran. Namun, Perda Nomor 11 Tahun 2011 diberlakukan kembali pada bulan Januari 2012.
Pemberlakuan kembali tersebut dilaksanakan karena sosialisasi kepada para pemilik usaha dianggap cukup. Perda itu juga berlaku atas kantin, kafetaria, serta warteg.
MARIA YUNIAR