TEMPO.CO, DEPOK - Sebagian besar anak-anak di Kota Depok menghabiskan waktu mereka dengan bermain online game di warung-warung Internet (warnet). Leonardo Susanto, 13 tahun, siswa kelas VI Sekolah Dasar Negeri Depok, mengaku setiap hari bermain game sepulang dari sekolah.
"Kalau hari libur saya main sampai malam," kata warga Parung Belimbing, Pancoran Mas, Depok, ini. Rizky Didelama, 13 tahun, siswa kelas VI SD 4 Depok mengatakan, sepulang dari sekolah, ia bermain sampai pukul 15.30 WIB. "Kalau sudah coba sekali, pasti pengen main terus," kata dia, yang mengaku ketagihan.
Menurut penuturan seorang ibu, Lia, 41 tahun, lebih dari 70 persen waktu anak mereka dihabiskan untuk bermain game di warnet, begitu juga dengan putranya, Azwin, 14 tahun. "Pukul setengah tiga sore, Azwin pergi ke warnet sampai malam, malah pernah menginap," kata Lia saat ditemui di rumahnya di Jalan Citayam, Pancoran Mas, kemarin.
Lia merasa kesal. Ia bahkan pernah menangis saat menjemput Azwin di Cadas Net, Jalan Citayem Raya, Pancoran Mas, pukul satu dinihari. "Sering saya jemput tengah malam," kata dia, yang sudah sering menasihati anaknya. Ibu dua anak ini berharap pemerintah menertibkan para pengusaha warnet.
Apalagi, di warnet telah tersedia berbagai makanan dan minuman, sehingga pelanggan tidak harus membawa makanan dari rumah mereka. "Ibu-ibu sudah protes ke warnet agar tidak menerima anak sekolah," katanya.
Baca Juga:
Lia mengaku stres menghadapi anaknya sudah kecanduan. Selain itu, dia khawatir anaknya terjebak dalam muatan pornografi yang tersaji di Internet. Padahal anaknya belum tahu mana yang baik dan mana yang buruk. "Internet kan vulgar banget. Tinggal dipencet, apa pun keluar," katanya.
Lia merasa kasihan kepada anaknya yang menjadi korban. Mereka tidak lagi memiliki waktu untuk belajar, mengaji, dan bersosialisasi dengan masyarakat sekitar. Ia tidak tahu sampai kapan anaknya terlena dengan online game. Padahal ia sudah kehabisan cara untuk mengawasi anaknya itu. "Dulu, setelah Magrib, anak-anak mengaji dan belajar. Sekarang tidak ada lagi," katanya.
Penjaga Cadas Net, Yuli, 20 tahun, mengakui warnet itu tidak memiliki larangan terhadap siapa pun, termasuk anak berseragam SD. Warnet yang memiliki 16 unit komputer tersebut buka 24 jam dan memakai sistem paket. "Enggak ada aturan di sini. Kebanyakan main online game," kata dia.
Adapun paket pembayaran di Cadas Net ada tiga, yakni paket pagi, pukul 05.00-12.00 WIB; paket siang, pukul 12.00-18.00 WIB; dan paket malam, pukul 18.00-05.00 WIB. "Biayanya Rp 10 ribu per paket," ujar dia.
Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Kota Depok pernah berencana menertibkan warnet se-Kota Depok. Mereka bahkan hendak mengeluarkan peraturan daerah tentang tata kelola Internet yang sehat sekaligus sanksinya. Hal itu akan dilakukan karena banyak remaja di bawah umur yang menghabiskan waktu mereka berjam-jam untuk bermain online game.
"Kami akan mengundang para pengelola warnet dan menyuruh mereka menyediakan online game edukasi yang berguna bagi anak-anak," kata Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Depok Herry Pansila kepada wartawan di balai kota, 1 Februari lalu. Namun wacana itu tidak direalisasi sampai saat ini.
Menanggapi keinginan Diskominfo tersebut, para pengelola warnet meminta pemerintah memberikan solusi berimbang kepada warnet. "Jika aplikasi game dari pemerintah bisa membuat kita tidak kehilangan pelanggan, ya silakan. Saya pikir tujuannya juga bagus, cuma jangan sampai kita yang dirugikan," kata Pengelola Severen Net, Indra, 24 tahun, pada pertengahan Maret lalu.
Pengelola Istana Net, Diman, 24 tahun, menyetujui rencana pemerintah menertibkan warnet. Namun, ia sangat tidak setuju jika pemerintah meminta pihaknya mengganti aplikasi online game yang sudah ada. Sebab, pelanggannya sudah terbiasa dengan game-game tersebut. "Apalagi, kita belum tahu game edukasi bagaimana yang dimaksud," kata dia.
ILHAM TIRTA| MARTHA W SILABAN