TEMPO.CO, Depok - Dua hari terakhir, nama Jembatan Panus menjadi buah bibir masyarakat Depok. Kemarin, dari jembatan itu, dua lelaki tak dikenal melempar karung ke Sungai Ciliwung. Penduduk setempat curiga karung itu berisi mayat. Kecurigaan itu semakin tebal setelah polisi memastikan cairan merah yang tercecer di jembatan adalah darah manusia. Darah itu menetes dari dalam karung yang dibuang dua lelaki tadi.
Jembatan Panus dibangun di atas Sungai Ciliwung oleh pemerintah Belanda pada 1917-1918. Jembatan ini dulu menjadi penghubung utama wilayah Depok menuju Bogor dan timur Jakarta.
Seiring dengan perkembangan Kota Depok, beban Jembatan Panus semakin bertambah. Sekitar tahun 1990-an, pemerintah memutuskan membangun jembatan baru, sekitar 30 meter sebelah utara Jembatan Panus.
Jembatan Panus memiliki lebar lima meter dan panjang 100 meter. Jembatan ini ini jarang dipakai lagi setelah jembatan baru dibangun. Bahkan akses jalan dari Depok menuju Bogor ditutup.
Hanya warga perkampungan Poncol yang masih menggunakan jembatan ini. Jarak permukiman warga dari jembatan ini sekitar 50 meter. Bangunan yang terdekat dengan jembatan ini adalah pos pemantau air Sungai Ciliwung.
Dari Jembatan Panus, perubahan debit air Ciliwung dapat diamati dengan jelas. Di tiang jembatan dipasang alat ukur untuk melihat ketinggian air sungai. Dari sinilah petugas pemantau menentukan kondisi rawan Sungai Ciliwung. Jika ketinggian air sudah di atas rata-rata, petugas akan memberi peringatan ancaman banjir ke Jakarta.
ILHAM TIRTA
-