TEMPO.CO, Bekasi - Aksi protes penutupan terminal bayangan di sisi tol Jatibening ternyata sudah berlangsung satu dekade atau sejak 2002 silam. Jika merunut asal-muasal masalah yang terjadi hingga saat ini, persoalannya tetap sama.
Konflik terjadi antara warga Jatibening, Pondok Gede, Kota Bekasi, dengan petugas Jasa Marga. Gara-garanya, akses warga naik turun bus di pintu tol Pondok Gede Timur atau lebih umum disebut tol Jatibening ditutup.
Konflik pertama kali meledak pada 2002. Saat itu, Jasa Marga baru merencanakan pemindahan pintu tol ke Cikarang Barat untuk mengurangi kemacetan kendaraan yang hendak masuk Jakarta. Saat itu, ratusan warga yang mengamuk dan memenuhi ruas tol Jakarta-Cikampek, membakar dua gardu tol di sisi selatan jalan tol.
"Kami membakar gardu dan tuntutan warga agar akses penumpang saat itu tetap dibuka," kata Yuda, tukang ojek di pintu tol Jatibening. Yuda ikut memprotes Jasa Marga sekitar 10 tahun silam itu.
Konflik membesar pada Februari 2012. Warga mengancam akan bertindak anarkis jika akses masuk tol jadi ditutup. Spanduk sosialisasi yang isinya berupa pemberitahuan bahwa armada bus dilarang menaikturunkan penumpang di ruas tol dicopot dan sobek-sobek warga.
Pintu tol Jatibening dibongkar dan sebagian ruas jalan dibikin taman. Sejak saat itulah, konflik beberapa kali terulang. Warga menuding Jasa Marga menyewa preman dari organisasi masyarakat (ormas) tertentu untuk mengamankan keputusan penutupan akses masuk tol.
Pada Maret lalu, nyaris terjadi baku hantam antara warga dengan anggota ormas, tapi berhasil dilerai. Jumat, 27 Juli 2012, kontak fisik tak terbendung. Sekitar 40 orang anggota ormas membantu petugas Jasa Marga menutup akses warga masuk tol, mulai pukul 02.00 dinihari.
Sekitar pukul 05.00 pagi, sejumlah penumpang yang turun dari bus di lokasi itu diuber-uber anggota ormas yang membawa golok dan samurai. Mereka kembali ke bus dan tidak turun di tol.
Sejumlah tukang ojek yang menyaksikan peristiwa itu kemudian menyerang anggota ormas. Warga di sekitar lokasi pun ikut menyerang, bahkan jumlahnya mencapai 1.000 orang. Anggota ormas dipukul mundur. Sebagian lari ke kantor Gerbang tol Jatibening. Satu unit mobil operasional Jasa Marga dibakar warga. Akibat insiden itu, terjadi kemacetan panjang di ruas tol arah Jakarta, mulai dari Jatibening kilometer (KM) 8 sampai Cikarang. Kemacetan juga terjadi di jalan umum di atas tol dan jalan Kali Malang.
Koordinator warga, Masran, mengatakan penutupan akses masuk tol sangat merugikan masyarakat. Akibat penutupan itu terasa dari segi ekonominya. Transportasi angkutan kota yang tadinya dua kali bisa hanya sekali karena penumpang menurun.
Kemudian ojek, pedagang, dan penitipan motor akan sepi. "Pendapatan ekonomi warga turun," katanya. Atas alasan itulah, kata Masran, warga menolak jika Jasa Marga menutup akses menuju tempat pemberhentian bus atau yang lebih umum mereka sebut terminal bayangan Jatibening. "Jangan sampai ditutup,".
Kepala Cabang Jalan Tol Jakarta-Cikampek, Yudi Krisyunoro, mengatakan Jasa Marga mengakomodir tuntutan warga. Namun kegiatan menaikturunkan penumpang di dalam tol tidak boleh. "Bus harus keluar dulu. Kalau ke arah Bekasi keluar dari jalan tol, sedangkan bus arah Jakarta keluar ke tempat parkir mobil derek," kata dia. "Jika bus kembali masuk lagi ke tol, harus membayar ulang."
HAMLUDDIN