TEMPO.CO, Tangerang - Warga di sembilan kampung dari sejumlah desa di Kecamatan Cisoka, Kabupaten Tangerang, mengeluhkan limbah pabrik tahu yang mencemari lingkungan sekitar. Limbah pabrik tahu itu dibuang secara serampangan di saluran irigasi tanpa diproses lebih dahulu sehingga mengotori air dan menimbulkan bau yang tidak sedap.
Padahal, air di saluran itu dimanfaatkan warga sekitar untuk mandi dan cuci. “Jelas kami sangat keberatan karena pabrik tahu itu telah mengotori lingkungan dan air yang kami gunakan untuk keperluan sehari-hari,” ujar Ibrahim, 50 tahun, warga Kampung Cigoong, Desa Bojongloa, Rabu, 31 Oktober 2012.
Karena keberatan dan merasa terganggu dengan limbah pabrik tahu itu, puluhan perwakilan warga beramai-ramai mendatangi tiga pabrik tahu di tempat tersebut. Mereka membawa surat pernyataan yang berisikan keberatan warga di sembilan kampung, seperti Kampung Pasir Lubak, Desa Karang Harja; Kampung Cigoong, Kampung Nagrak, dan Kampung Bojongloa, Desa Bojongloa; Kampung Bojongmokol, Desa Bokongmokol; Kampung Pintu Kuncir, Desa Cibugel; serta Kampung Ampel, Kampung Gembong, Kampung Jeret, Desa Gembong. ”Intinya, isi surat ini kami keberatan dengan cara pabrik tahu ini mengolah limbahnya,” kata Ibrohim.
Ustad Memed, warga lainnya, mengatakan, sejak dulu, warga setempat menggunakan saluran irigasi yang melintas di kampung mereka itu untuk keperluan mandi, serta cuci pakaian dan peralatan rumah tangga. “Meski salurannya tidak sebesar sungai, sangat berarti bagi kami,” katanya.
Kondisi kali itu, kata dia, kini seperti merana, dipenuhi kotoran tahu yang berbusa dan berbau. “Ini sudah jelas kotoran dari pabrik tahu itu,” katanya.
Warga hanya menuntut agar pemilik pabrik tahu tidak membuang limbahnya ke kali. “Carilah cara yang baik, jangan merugikan orang banyak,” kata Ibrahim.
Namun keinginan dan tuntutan warga setempat itu ditanggapi dingin oleh salah seorang pemilik pabrik tahu. “Kenapa? Saya kan punya izin. Warga keberatan? Silakan. Saya tidak keberatan jika usaha saya ini ditutup,” kata Sapari, pemilik pabrik tahu terbesar di kampung itu.
Tapi Sapari mengajukan syarat apabila usahanya ditutup. ”Asalkan semua aset dan utang-utang saya dibayar pemerintah,” katanya dengan nada geram. Pabrik tahu milik Sapari ini tergolong besar. Dalam satu minggu, dia bisa menghasilkan 10 ton tahu. Dengan demikian, limbah yang dibuang pun cukup banyak setiap hari.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada solusi antara pemilik pabrik tahu dan warga setempat.
Masyarakat telah mengambil sampel limbah pabrik tahu untuk diperiksa ke laboratorium Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Tangerang.
JONIANSYAH
Berita lain:
Tiga Jurus Jokowi Atasi Banjir Kampung Pulo
Janda Cantik Pemilik Toko Emas Diduga Dibunuh
Jokowi Bagikan Beras di Kampung Pulo
Ada Jokowi, Ada Pendukung Berbaju Kotak-kotak
Pengamat Nilai Pelayanan Publik DKI Jakarta Buruk