TEMPO.CO, Jakarta-Asep Saepudin, 38 tahun, mengisahkan peristiwa ambruknya atap bangunan sekolah tempatnya mengajar di SDN Banar 01, Sukajaya, Kabupaten Bogor, Selasa 8 Januari 2013. Atap milik kelas 4, 5 dan 6 ambruk bersamaan di tengah cuaca hujan lebat, tepat ketika aktivitas belajar baru saja dimulai.
Asep, guru Kelas IV, mengatakan peristiwa itu berlangsung cepat. Saat itu dia baru saja meminta seorang siswa memimpin doa sebelum mulai belajar.” Ketika selesai doa, saya minta semua siswa mengumpulkan pekerjaan rumah, tak lama kemudian terdengar suara gemuruh dan atap ambruk," ujar Asep.
Salah seorang siswa kelas VI, Siti Badriyah, mengatakan, saat atap sekolah roboh dia juga baru saja masuk. Saat itu dia siap membuka lembaran buku mata pelajaran Bahasa Indonesia. "Tiba-tiba terdengar suara gemuruh dan atap kelas rubuh, lalu kami panik keluar ruangan kelas.”
Kepolisian setempat menduga ambruknya atap sekolah itu akibat konstruksi atap yang terlalu berat. Dinding tidak kuat menahan beban atap yang dibuat dari rangka baja ringan dan genteng itu.
“Dugaan sementara karena tembok tidak kuat menyangga rangka atap serta genting saat hujan lebat,” kata Kepala Polsek Cigudeg, Komisaris Riyanto, Selasa 8 Januari 2013. Untuk memastikan penyebab atap ambruk itu, Riyanto menambahkan, polisi akan memanggil pihak pemborong bangunan itu lima tahun lalu.
Riyanto menyebut jumlah korban atap ambruk itu sebanyak 33 siswa. Jumlah itu tiga orang lebih banyak yang disebutkan pejabat Dinas Pendidikan setempat sebelumnya. Selain para siswa, Riyanto menambahkan, ada pul seorang guru. “Sebanyak 6 siswa luka berat dan 27 siswa luka memar, kemungkinan karena tertimpa reruntuhan atap," ujarnya.
ARIHTA U SURBAKTI