TEMPO.CO, Bekasi - Pemerintah Kabupaten Bekasi tetap ngotot membongkar paksa Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Tamansari, Kecamatan Setu, Kabupaten Bekasi, hari ini, Kamis 21 Maret 2013. Wakil Bupati Bekasi Rohim Mintareja lebih mempertimbangkan dua alasan pembongkaran ketimbang mendengarkan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia yang mengecam niat itu.
Pertama, kata Rohim, gereja tersebut setengah jadi karena dindingnya baru berdiri setinggi 5 meter. Hal itu dianggapnya melanggar Peraturan Daerah tentang Izin Mendirikan Bangunan (IMB). "Gereja tidak punya IMB," kata Rohim, Rabu, 20 Maret 2013.
Alasan kedua, menurut Rohim, adanya potensi konflik. Dia membandingkan masalah serupa yang dialami Gereja HKBP Filadelfia Jejalen, Tambun Selatan. Menurut Rohim, konflik di Jejalan hanya melibatkan jemaat HKBP dan warga Jejalen.
Di Setu, Rohim menambahkan, hampir semua organisasi kemasyarakatan di Kabupaten Bekasi terlibat dalam konflik tersebut. "Sehingga lebih rawan," kata dia.
Setelah pembongkaran ini, Rohim menawarkan sebuah gedung di Kecamatan Setu sebagai tempat pengganti untuk beribadah bagi jemaat HKBP. Tapi tawaran tersebut ditolak pendeta HKBP Tamansari, Advent Leonard Nababan. "Mari bersatu membela kebebasan beribadah," katanya.
Sementara itu, dalam kasus serupa, Pendeta Palti Panjaitan dari HKBP Filadelfia memenuhi panggilan Kepolisian Resor Metro Bekasi, Rabu, 20 Maret 2013. Palti, yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus penganiayaan ringan, datang dengan didampingi 20 anggota jemaat dan tim advokasi HKBP Filadelfia. “Ini upaya pengembangan penyidikan setelah Pendeta Palti ditetapkan sebagai tersangka," kata juru bicara Polresta Bekasi Kabupaten, Ajun Komisaris Bambang Wahyudi.
Kuasa hukum Palti, Saor Siagian, meminta polisi menghentikan kriminalisasi terhadap Pendeta Palti. “Klien kami tidak bersalah,” ujarnya.
HAMLUDDIN | MUHAMMAD GHUFRON