TEMPO.CO, Jakarta - Puluhan orang mengenakan baju hitam, yang terdiri atas waria dan anggota komunitas yang berasal dari jaringan peduli transgender, berkumpul di Bundaran HI, Rabu malam, 20 November 2013. Mereka mengenang kekerasan dan diskriminasi terhadap pelaku transgender melalui peringatan Hari Mengenang Kekerasan dan Diskriminasi Terhadap Transgender Sedunia itu.
Merlyn Sopjan, selaku koordinator lapangan aksi damai tersebut, menyatakan bahwa aksi yang digelar pertama kali ini dilakukan sekaligus sebagai momentum untuk mengenang kematian beberapa orang waria di Indonesia. Ini diakuinya untuk pertama kalinya diadakan di Indonesia.
"Tidak ada tuntutan apa pun. Kami hanya akan melakukan renungan bersama," kata Merlyn, Rabu malam, 20 November 2013. "Segala hal yang berkaitan dengan tuntutan akan kami bawa pada hari HAM Internasional nanti," kata Merlyn melanjutkan.
Ditemui di tempat yang sama, Yuli Rustinawati, koordinator Nasional Forum LGBTIQ Indonesia, mengatakan peringatan dilakukan dengan harapan agar tidak ada lagi kekerasan di dunia terhadap kaum transgender.
"Hal yang membedakan hanya penampilan dan gender. Tapi sering kali mereka mendapatkan tindak kekerasan," kata Yuli, yang juga seorang waria.
Peringatan Hari Mengenang Kekerasan dan Diskriminasi terhadap Transgender Sedunia ini ditetapkan pada 20 November setiap tahunnya. Menurut Yuli, momen peringatan ini mulanya diambil dari peristiwa kematian seorang pengacara transgender di Amerika pada 1998.
Ada sekitar enam jaringan yang ikut dalam aksi ini, yaitu Sanggar Waria Remaja (Swara), BFF, Forum Komunikasi Waria Indonesia (FKWI), Arus Pelangi, Ardhany Institute (AI), dan GWL-INA.
AISHA
Terpopuler
Disurati Istana, Jokowi Pindahkan Pohon Palem
Indonesia Disebut Juga Sadap Australia
Farhat Abbas Sindir Wali Kota Bandung di Twitter
Staf Jokowi Jelaskan Surat Istana Soal Pohon Palem