TEMPO.CO, Bekasi - Pemerintah Kota Bekasi mencatat sedikitnya terdapat 50 titik bangunan liar di sejumlah kecamatan. Pemerintah menargetkan, dua tahun ke depan wilayah penyangga ibu kota tersebut tanpa bangunan liar.
"Butuh waktu untuk menertibkannya," kata Kepala Satuan Polisi Pamong Praja, Kota Bekasi, Yayan Yuliana, Senin, 23 Desember 2013. Sejauh ini, kata Yayan, Pemerintah Kota Bekasi baru memetakan ihwal penertiban.
Yayan mencontohkan, saat ini pihaknya tengah berupaya membongkar bangunan liar sepanjang tepi Kali Malang, Jalan KH Noer Alie. Sejumlah bangunan itu berdiri di sisi kiri saluran air mulai dari Grand Metropolitan Mall hingga ke perbatasan Sumber Artha. "Sebagian sudah ditertibkan," katanya.
Menurut dia, penertiban bangunan liar di tempat tersebut bersamaan dengan dibangunnya pelebaran Jalan KH Noer Alie di sisi kiri sepanjang 3 kilometer dengan lebar 7 meter. Penertiban dilakukan karena bangunan permanen maupun semi permanen itu berdiri di atas lahan negara. "Lahan itu milik irigasi di bawah Kementerian Pekerjaan Umum," kata Yayan.
Yayan mengatakan, sejumlah bangunan liar juga berada di bantaran Kali Bekasi di Kelurahan Margahayu, Bekasi Timur. Di lokasi itu terdapat ratusan kepala keluarga bermukim. Yayan mengaku butuh proses dan kerja sama antar Satuan Kerja Perangkat Daerah dalam menertibkannya. "Di bantaran kali tidak boleh didirikan bangunan," katanya. "Boleh digunakan hanya itu lahan pertanian," ia memaparkan.
Yayan menambahkan, bangunan liar yang berdiri di 50 titik tersebut didominasi bangunan untuk tempat usaha. Bahkan, tak sedikit mendapat penolakan ketika dilakukan penertiban, baik dari warga maupun penghuni lahan. Seperti ketika melakukan penertiban di Jalan Lingkar Utara Bekasi beberapa waktu lalu. "Meski mendapatkan penolakan, 460 bangunan tetap kami robohkan untuk pelebaran jalan dan ruang terbuka hijau," ujar Yayan.
Yayan mengaku kerap mengalami kendala setiap melakukan penertiban. Jumlah personel yang sedikit menjadi alasan. Karena itu, setiap kali melakukan penertiban, pihaknya meminta bantuan keamanan dari aparat Kepolisian. "Setiap terjun ke lapangan, setidaknya dibutuhkan 300 personel," ujarnya.
Pengamat Tata Kota dari Universitas Trisakti, Yayat Supriyatna, mengatakan bangunan liar dapat mengganggu estetika keindahan kota, keselamatan lingkungan, apalagi berdiri di atas lahan rawan terjadinya bencana seperti di Daerah Aliran Sungai (DAS). "Pemerintah harus bisa menindak," dia menambahkan.
ADI WARSONO