TEMPO.CO, Depok - Dewan Pimpinan Pusat Partai Hanura mengakui Ketua Dewan Pimpinan Cabang Hanura Depok, Syamsul Bachri Marasabessy, yang tejerat kasus kriminalitas di Depok adalah kader yang bandel. Syamsul tidak pernah menjalankan program kerja partai dan sering kali mendapat pembinaan.
"Memang dia susah dibina, dan program kami tak pernah dijalankan di Depok," kata Ketua Bidang Informasi dan Komunikasi DPP Partai Hanura, Lies Sugeng, di Depok, Selasa, 24 Desember 2013. Setelah kasus ini, kata dia, Hanura tidak akan menoleransi Syamsul. "Betul, kader yang bandel, capek ngurus-nya."
Syamsul ditangkap karena memukul seorang anggota kepolisian, Brigadir Kepala Hermando Sofian, saat berunjuk rasa menolak kepemimpinan Wali Kota Depok Nur Mahmudi Ismail di depan kantor Pemerintah Kota Depok.
Dalam pemeriksaan, Syamsul berperilaku seperti orang linglung. Polisi kemudian melakukan tes urine kepada Syamsul dan dua rekannya, Muhammad Syarif dan Guruh Jono Suprapto. Syamsul terbukti mengkonsumsi sabu, sementara Syarif mengkonsumsi ganja.
"Kami meminta maaf kepada Polresta Depok karena terkena pukul," kata Lies. Apa yang diperjuangkan Syamsul, kata dia, bukanlah konsep dari DPP Hanura. Syamsul bersama massa yang tergabung dalam Masyarakat Peduli Hukum (MPH) Kota Depok menggeruduk Balai Kota Depok untuk meminta Wali Kota Nur Mahmudi mundur dari jabatannya.
"Jelas ini sangat mencoret Hanura. Kami sedang melakukan konsolidasi internal untuk menghentikan dia," ujar Lies.
Persoalan sengketa Pilkada Depok 2010 yang dituntut Syamsul, kata Lies, sudah selesai. Dengan demikian, DPP Hanura tidak pernah menginstruksikan DPC untuk melakukan tindakan apa-apa. Karena itu, Syamsul dianggap bersikap sendiri dengan MPH sebagai organisasi barunya. "Enggak ada bantuan hukum, ini persoalan pribadi dan kriminal," ujar Lies.
ILHAM TIRTA