TEMPO.CO, Jakarta - Jalan Layang Non-Tol (JLNT) Kampung Melayu-Tanah Abang sudah bisa digunakan sejak 30 Desember 2013. Jalan layang yang sudah dibangun sejak tiga tahun lalu itu diharapkan bisa mengurangi kemacetan di Jalan Prof. Dr. Satrio, Jakarta Selatan, di dekat kawasan Casablanca.
Namun, fly-over itu ternyata menyulitkan pejalan kaki yang ingin menyeberangi Jalan Satrio. Sebab, kendaraan yang melintas di jalur itu tergolong kencang. Terlebih, tidak ada zebra cross ataupun jembatan penyeberangan di sekitarnya.
"Kalau pagi ada satpam yang membantu, tapi malam tidak," ujar Dhea Febrina, 24 tahun, Kamis, 2 Januari 2013. Kantornya berada persis di ujung jalan layang.
Ketika malam hari, dia melanjutkan, pejalan kaki harus ekstra hati-hati. "Lampu jalannya kurang terang," kata Dhea.
Pengalaman serupa dialami Halimah, 22 tahun, pengunjung mal di ujung jalan layang tersebut. Saat akan menyeberang, dia ngeri melihat gelapnya kawasan tersebut sehingga memutuskan naik taksi dan berputar menuju tempat tinggalnya di Bendungan Hilir.
Berdasarkan pantauan Tempo, kebanyakan kendaraan yang melewati Jalan Satrio melaju kencang, sehingga menyulitkan pejalan kaki untuk menyeberang. Saat malam, hampir tidak ada orang yang menyeberang di sana.
Pengamat tata kota Nirwono Joga menyarankan pemerintah DKI Jakarta memasang rambu kecepatan maksimal. Untuk sementara, mereka bisa menempatkan petugas untuk membantu pejalan kaki. "Pengelola mal dan gedung perkantoran juga bisa bekerja sama dengan menyediakan bus loop-line yang hanya berputar-putar di sekitar Jalan Satrio," kata pakar tata kota dari Universitas Trisakti itu.
ANGGRITA DESYANI
Berita Lainnya:
Wajib Naik Angkutan, PNS Harus Berangkat Dini
Kelompok Teroris Ciputat Punya Rumah di Rempoa
Jokowi Perintahkan PNS DKI Naik Angkutan Umum
Teroris Digerebek, Densus Sita Senjata di Bogor
Arus Balik Tahun Baru, Jalur Puncak Macet