TEMPO.CO, Singapura - Pembangunan jalur mass rapid transit (MRT) di Fatmawati, Jakarta Selatan, sempat menuai pro-kontra. Rencananya, jalur Lebak Bulus-Senayan akan dibuat melayang, berbeda dengan jalur Senayan-Bundaran Hotel Indonesia yang dibuat di bawah tanah.
Namun sebagian pemilik ruko dan toko di sana menentang pembangunan jalur MRT layang. Alasannya, mereka takut lingkungan menjadi kumuh karena berada di kolong jembatan. Belum lagi suara kereta lewat yang dikhawatirkan membuat bising.
Tetapi apa benar pembangunan stasiun bawah tanah selamanya yang terbaik? Tempo berkesempatan melihat lokasi pembangunan stasiun bawah tanah MRT di Singapura.
Salah satu stasiun itu akan berada di Bencoolen Street, Singapura, yang situasinya tak jauh berbeda dengan Jalan Fatmawati. Lebar jalan itu kira-kira hanya 16 meter. Kiri-kanannya pun sudah diapit bangunan yang memiliki empat atau lima lantai.
Namun, ketika Tempo berkunjung ke sana, Bencoolen Street tak lagi bisa dilalui. Soalnya sebagian jalan itu ditutup total, tepatnya yang berada di sebelah kampus Nanyang School of Fine Art. Di sana sedang dibangun Bencoolen Station di bawah tanah.
Lahan yang sempit membuat jalan harus ditutup total selama empat tahun pembangunan. "Itu juga yang bakal terjadi di Fatmawati selama empat atau lima tahun kalau di sana dibangun jalur bawah tanah," ujar Wilman Hatoguan, salah satu pendamping kami dari PT MRT Jakarta selama berada di Malaysia, Senin, 20 Januari 2014.
Noura, pemandu kami selama berada di Singapura, mengatakan jalan itu memang sudah beberapa tahun ditutup. "Di sini semuanya ditentukan pemerintah, warga ikut saja," katanya.
Jalan Fatmawati memang sedikit lebih lebar, hanya saja, kalau dipaksakan, sisi barat dan timur hanya akan terdiri atas satu lajur. Oleh sebab itu, jalur MRT di Fatmawati akhirnya diputuskan dibuat melayang.
Soalnya, pembangunan stasiun harus dilakukan dengan metode open-cut, yaitu membuat lubang besar untuk membangun stasiun. Mesin bor hanya digunakan untuk membuat terowongan di antara stasiun ke stasiun yang lain. "Jadi jangan bayangkan jalur bawah tanah itu tidak ada galian," kata Direktur Konstruksi PT MRT Jakarta Muhammad Nasyir ketika ditemui secara terpisah. (Baca: Jalur MRT, Jalan Fatmawati Akan Diperlebar)
Menurut dia, pembangunan jalur layang juga tidak selamanya berisik. Begitu juga ketika pembangunan sedang berlangsung.
Dia mengatakan, kolong stasiun dan jalur layang belum tentu kumuh. "Kita lihat kolong jalan layang Kampung Melayu-Tanah Abang bisa rapi karena jalan di bawahnya yang ramai," kata Nasyir. "Fatmawati juga jalan yang hidup. Berbeda dengan kolong rel kereta yang melintas di kawasan permukiman." Oleh sebab itu, dia optimistis Fatmawati akan tetap tertata setelah adanya rel MRT layang.
ANGGRITA DESYANI
Berita Terpopuler
Ahok: Gimana Enggak Banjir Kalau Tanggul Dibolongi?
Jakarta Banjir, Ruhut Tuntut Jokowi Minta Maaf
Alasan Jokowi Mau Pasang Badan untuk Pusat
Ahok: Kami Bawa Polisi, Mereka Bawa Golok