TEMPO.CO, Jakarta - Rohaeti, 32 tahun, bersama tiga anaknya yang masih kecil tidur di bawah kolong mobil truk milik Tentara Nasional Indonesia. Sejak tenda pengungsiannya dibongkar, kini ia dan ketiga anaknya harus berteduh di kolong mobil yang terparkir di Jalan Jatinegara Barat itu.
Di kolong mobil merek Hino itu, ia dan ketiga anaknya menggelar tikar. Bukan jenis tikar terbaik, tapi kardus bekas mi instan yang ia gunakan. Dua anaknya tergolek lemas di atas gelaran kardus itu. "Kedua anak saya sedang sakit batuk dan pilek," kata dia kepada Tempo, Ahad, 26 Januari 2014. Meski sedang menggendong anak bungsunya yang berusia 15 bulan, Rohaeti tetap membelai kedua anaknya yang tak berdaya.
Rohaeti terpaksa tidur di kolong mobil karena tenda pengungsian sudah penuh. "Tapi kalau hujan, saya mencari tenda yang kosong, karena di kolong mobil kebasahan," rintih dia. Namun, ia melanjutkan, "Kalau tidak hujan, kami sekeluarga tidur di sini (kolong)."
Ia menuturkan keluarganya pernah tinggal di posko pengungsian di Suku Dinas Kesehatan, Jakarta Timur. Namun ia merasa tidak nyaman. "Berdesak-desakan, penuh. Sulit untuk tidur juga," ucapnya.
Walhasil, ia pun berpindah-pindah tempat. "Sempat saya tidur di emperan toko karena tenda pengungsian penuh," ujarnya. Sampai akhirnya ia menemukan tempat yang "pas" untuk tinggal sementara.
Selain kondisi tenda yang penuh, faktor kemudahan mendapatkan makanan menjadi penyebab Rohaeti tinggal di bawah kolong mobil yang bisa memuat 50 orang itu. "Kalau tinggal di Sudin (Sudin Kesehatan) itu agak sulit mendapatkan makanan. Maka, banyak orang yang senang tinggal di sini (Jalan Jatinegara Barat) karena mudah mendapatkan makanan."
Kendati demikian, Rohaeti sudah jenuh tinggal di tempat pengungsian, apalagi di bawah kolong mobil. "Saya ingin cepat balik ke rumah," ujar warga RT 16 RW 02, Kampung Pulo, itu.
ERWAN HERMAWAN