TEMPO.CO, Yogyakarta - Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo mengeluhkan lambannya inisiatif pemerintah mengeksekusi rencana pembangunan transportasi massal. Mantan Wali Kota Solo ini berpendapat semakin pemerintah telat membangun infrastruktur transportasi massal, kepadatan kendaraan akan terus membludak dan biaya proyek bertambah membengkak. "Jumlah kendaraan pribadi terus bertambah, harga tanah makin mahal," kata Jokowi dalam seminar "Transportasi Massal Perkotaan untuk Mendukung Pengembangan Ekonomi Wilayah" di Universitas Janabadra, Yogyakarta pada Sabtu, 22 Februari 2014.
Jokowi menunjuk kondisi di Jakarta yang mengalami penambahan 300.000 mobil dan sejuta motor selama Januari sampai Desember 2013. Sedangkan harga tanah di Jakarta kini sudah ada yang mencapai harga ratusan juta per meter. "Tak ada jalan lain, harus pro transportasi massal. Angkutan murah, bisa bawa banyak," kata Jokowi.
Ketika menjadi Gubernur DKI Jakarta, Jokowi mengaku heran rencana pembangunan Mass Rapid Transit (MRT) mangkrak selama 26 tahun. Sementara proyek jalur monorel mandeg di tengah jalan. "Hanya di Indonesia ada seperti ini. Banyak berhenti di rencana dan rencana," kata dia. (baca: Perencanaan Angkutan Umum DKI, Begini Idealnya)
Jokowi mengeluhkan pula problem birokratis yang berbelit untuk pengembangan transportasi massal. Ketika mengurus izin pembangunan MRT di Jakarta, Jokowi mengaku perlu mendatangi sendiri satu per satu Kementerian Perhubungan, Kementerian Keuangan, Kementerian PU, Kemenko Ekuin dan Kemendagri. "Saat Foxconn bilang mau investasi, saya mau jamin lahan segera tersedia dan izin keluar detik itu juga," kata dia. (baca: Trik Jokowi Menggaet Foxconn)
Jokowi tak lupa mengkritik kelambanan Indonesia membangun konektivitas antar pulau. Padahal, dia berpendapat jalur transportasi kapal antar pulau yang memadai untuk pengangkutan logistik dan barang bisa meringankan beban kemacetan di darat. "Jadi jangan sampai harga semen di Jawa bisa jadi 20 kali lipat di Papua," kata Jokowi.
Infrastruktur pendukung konektivitas lain, yang menurut dia telat ada, ialah jalur rel kereta api ganda di semua daerah yang memungkinkan pembangunannya. Jokowi mengaku pernah menghitung biaya pengadaannya secara hampir merata di semua daerah memerlukan biaya Rp 300 triliun saja. "Yang murah bukan jalan tol, tapi transportasi laut dan kereta api," kata Jokowi.(baca: Double Track Lintas Jawa Rampung Maret )
Di tempat yang sama, Sugiharjo, Staf Ahli Bidang Logistik dan Multimoda Kementerian Perhubungan mengatakan program perbaikan transportasi massal membutuhkan komitmen tegas petinggi pemerintahan. Sinergisitas antara kepala-kepala daerah dan pemerintah pusat merupakan kebutuhan mutlak. "Kemacetan di kota itu fenomena gunung es saja," kata salah satu pengurus Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) tersebut.
ADDI MAWAHIBUN IDHOM