Mereka mengaku kecewa dan tertipu oleh sikap koordinator mereka dan KPUD Depok yang tak pernah terbuka untuk menjelaskan kepada mereka soal gaji. Para pekerja yang berasal dari luar Kota Depok ini keluar dengan membawa semua pakaian mereka pada Selasa, 25 Februari 2014, sekitar pukul 13.30 WIB.
"Kami pulang semua ke rumah masing-masing, kami kecewa," kata salah satu pekerja, Wina, 29 tahun, di Balai Rakyat, Beji, Depok, yang merupakan tempat penyimpanan dan pelipatan surat suara.
Menurut Wina, awalnya mereka dijanjikan hanya bekerja empat hari, setelah itu diberi tahu lagi bahwa pekerjaan ini sampai dua pekan. "Kami juga dijanjikan DP gaji Rp 100 ribu, ini malah dikasih Rp 50 ribu, sudah keterlaluan banget," katanya.
Wina dan petugas lainnya bekerja di tempat itu sejak Senin, 24 Februari 2014. Menurut Wina, dia dan teman-temannya bukan robot yang bisa dipekerjakan seenaknya. Kerja melipat surat suara itu, kata dia, sampai pukul 22.00 WIB. Namun kemarin baru dimulai pukul 16.00 WIB. "Hari ini katanya sampai jam 10 malam lagi, padahal mulainya tadi jam 7," kata dia.
Koordinator pekerja, Wawan mengakui mogoknya pekerja itu sangat mengganggu target pelipatan surat suara. "Mereka udah enggak betah, masalah gaji," katanya. "Jadi semua pulang hari ini." Dia mengaku soal penggajian itu kewenangan KPUD Depok.
Anggota Panwaslu Kota Depok, Abdurahman, mengatakan ada dugaan pelanggaran dalam teknis pengadaan pekerja itu. "Kami akan melakukan investigasi dulu soal ini," katanya.
Hingga saat ini, Ketua KPUD Depok Titiek Nurhayati belum bisa dimintai komentar mengenai masalah itu. Tempo mencoba beberapa kali menelepon, tapi tak diangkat.
ILHAM TIRTA
Berita Terpopuler:
Pengakuan Sutan Bhatoegana Soal Ibas dalam Kasus SKK Migas
Catherine Wilson Akui Terima Mobil dari Wawan
Ruhut: Bhatoegana Bohong, 12 Tahun Penjara!
Begini Risma Berseloroh Soal Pertemuan dengan Mega
Apa Pesan Risma untuk Evan Dimas