TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah Kota Depok mengalokasikan Rp 70 miliar dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 2014 untuk menangani sejumlah permasalahan terkait dengan banjir. Hingga saat ini ada 44 titik banjir di Depok, baik yang diakibatkan oleh luapan Sungai Ciliwung, kali yang melintas di dalam kota, maupun curah hujan yang tinggi. Tercatat, ada sekitar satu juta kubik air yang tergenang di permukaan tanah Kota Depok pada setiap musim hujan.
"Anggaran totalnya Rp 70 miliar dari APBD, tetapi kami minta pada Pemprov (Jawa Barat) dan Kementerian PU (Pekerjaan Umum) juga," kata Kepala Bidang Sumber Daya Air Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Depok, Herry R. Gumelar, kepada Tempo, Ahad 2 Maret 2014.
Akhir-akhir ini, titik banjir di Kota Depok semakin bertambah. Pada 2012, pemerintah berhasil menurunkan angka titik banjir dari 54 menjadi 33. Namun, bukannya berkurang, titik banjir malah bertambah menjadi 46 pada 2013. Di antaranya: perumahan Mutiara Depok, Bukit Cengkeh I dan II, Taman Duta, Kali Angke, dua titik di Curug, Kali Jantung, Palsi Gunung Selatan, Sawangan Baru, Bojong Pondok Terong (Kelurahan Cipayung), dan Citayam.
Pada 2014, tercatat hanya dua titik yang bisa diatasi, yaitu Jalan Merdeka, Sukmajaya, dan perumahan Agatis, Pancoran Mas.
Bertambahnya titik rawan banjir ini dipicu semakin maraknya pengalihan fungsi lahan. Lahan-lahan yang tadinya merupakan saluran irigasi diubah menjadi permukiman. Selain itu, drainase dan resapan air perumahan juga belum mampu menanggulangi derasnya air pada musim hujan. Akhirnya, air tidak dapat mengalir dengan baik.
Herry mengakui permasahan banjir ini melibatkan banyak unsur. Selain karena banyaknya pengembang yang masuk, terjadinya sedimentasi di kali-kali sehingga kali menjadi dangkal dan tidak dapat menampung banyaknya ai juga turut berkontribusi. Masyarakat pun banyak yang belum sadar membuang sampah pada tempatnya. "Masalah ini sangat kompleks, karena itu penanganannya tak hanya di Bimasda saja," kata Herry.
Sebenarnya, kata Herry, permasalahan banjir di sebagian besar titik rawan itu bisa diselesaikan jika masyarakat taat pada peraturan pemerintah, yakni membuat sumur resapan. Sejak 2012, pemerintah sudah memerintahkan agar setiap rumah membuat sumur dengan lebar satu meter dan dalam dua meter.
"Jika 600 ribu KK ini membuat sumur, maka air yang dapat ditampung sekitar 1,2 juta kubik air," kata Herry. Jumlah itu cukup untuk menampung 1 juta kubik air yang tergenang di permukaan tanah Depok. "Jika sumur sudah ada tak ada yang tergenang. Masyarakat harus intropeksi diri," Herry menegaskan.
Lebih lanjut, Herry mengatakan pemerintah sendiri tidak harus menunggu kesadaran masyarakat. Pemerintah memiliki rencana B atau rencana alternatif, yaitu dengan melakukan deposit air ke sumur imbuhan. Sumur itu dibuat di titik-titik rawan genangan banjir dengan dengan kedalaman 40 meter.
Sejak 2013, sudah ada tiga titik yang sudah dibuat, yaitu di Jalan Merdeka, Jalan Tole Iskandar, dan Jalan Agatis, di perumahan Agatis, Pancoran Mas. "Di Agatis, Pancoran Mas, itu efektif, yang tadinya air naik di jalan dan menggenangi perumahan, sekarang hanya meluber doang," kata Herry. (Baca: Keruk Situ, Depok Anggarkan Rp 451 Miliar)
ILHAM TIRTA
Terpopuler:
10 Sentilan KPK Soal KUHAP yang Bikin SBY Panas
Beda Jokowi-Ahok Marah Bikin Risma-Whisnu Ngakak
Ketika Djajeng Pratomo Ketemu Gret (2)