TEMPO.CO, Jakarta: Kementerian Dalam Negeri tidak memperkenankan seorang pelaksana tugas (plt) gubernur mengambil kebijakan baru. Kepala Biro Hukum Kemendagri, Zudan Arif, mengatakan kebijakan yang boleh diambil oleh seorang plt hanya sebatas melanjutkan kebijakan pejabat sebelumnya.
“Peran dan fungsinya sama seperti gubernur, hanya dari segi pengambilan kebijakan yang berbeda,” ujar Zudan Kepada Tempo, Sabtu, 10 Mei 2014.
Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama akan menjabat sebagai plt selama Gubernur Joko Widodo cuti untuk bersaing dalam pilpres 2014. Namun, dia tak hirau dengan adanya batasan saat dirinya nanti menjabat sebagai pelaksana tugas sementara gubernur. (Baca: Plt Dibatasi, Ahok: yang Penting Operasional Jalan)
Menurut dia, tugas sebagai plt dan gubernur asli sama saja. Bahkan ia agak heran dengan adanya batasan sebagai plt gubernur.
Zudan mengatakan aturan yang membatasi peran dan fungsi seorang plt sudah secara jelas diatur dalam Peraturan Pemerintah nomor 49 tahun 2008. Dengan dasar hukum itu, plt hanya bisa mengambil keputusan yang sudah searah dengan kebijakan oleh pejabat sebelumnya. “Itu diatur sesuai dengan Pasal 132A ayat 1 dan 2,” kata dia.
Adapun hal-hal strategis yang tidak boleh dilakukan oleh seorang plt, kata Zudan, adalah melakukan mutasi pegawai, membatalkan atau mengganti perizinan yang sudah dikeluarkan, mengeluarkan perizinan yang bertentangan dengan kebijakan pejabat sebelumnya, membuat kebijakan tentang kebijakan penyelenggaraan pemerintahan dan program pembangunan pejabat sebelumnya.
Namun, Zudan mengatakan aturan itu juga memiliki pengecualian tertentu. Seorang plt bisa mengambil keputusan strategis jika sudah mendapatkan persetujuan pemerintah pusat yang diwakili Menteri Dalam Negeri. Persetujuan dari Menteri Dalam Negeri itu juga harus dalam bentuk pernyataan tertulis.
Zudan juga setuju dengan pernyataan Ahok bahwa Plt Gubernur Jakarta tetap bisa menandatangani kontrak kerja sama dengan PT Jakarta Monorel yang tengah dibahas saat ini. Alasannya, kebijakan Gubernur Jokowi adalah menginginkan monorel tetap dibangun di Jakarta. “Kalau cuma tanda tangan saja boleh, karena pada prinsipnya harus mengikuti kebijakan pejabat sebelumnya,” ujar Zudan. (Baca: Jokowi Cuti, Ahok Ambil Alih Tugas Gubernur)
DIMAS SIREGAR