TEMPO.CO, Jakarta - Tragedi tabrakan kereta rel listrik commuter line dengan truk tangki Pertamina di perlintasan kereta di Bintaro Permai, Jakarta Selatan, Senin, 9 Desember 2013, masih melekat jelas dalam benak publik. Sebanyak 9 orang tewas dan 85 orang terluka. (Baca: Korban Meninggal Tabrakan Kereta Bintaro 9 Orang)
Setelah enam bulan berlalu, Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) mengumumkan hasil investigasinya."Laporan yang sudah di-publish ini didasarkan pada final report, yang sudah diberi tanggapan masing-masing pihak," kata Kepala Sub-Komite Kecelakaan Jalan Raya KNKT Kusnendi Soehardjo kepada Tempo, Kamis, 15 Mei 2014. Investigasi memakan waktu sekitar tiga bulan.
Selain karena palang pintu perlintasan tidak ditutup dan jalan rusak sehingga truk tangki Pertamina tidak bisa melaju dengan kecepatan minimum 12,8 kilometer per jam, kecelakaan juga terjadi lantaran masinis Darman Prasetyo tidak cukup waktu untuk mengerem KRL. (Baca: Tragedi Bintaro, Truk Tangki Terhambat Jalan Rusak, Pangkat Masinis Kereta Bintaro Naik Dua Tingkat)
Peyebabnya, kata Kusnendi, lengkungan pada kondisi lingkungan jalur kereta menyebabkan masinis baru dapat melihat truk tangki pada jarak 107 meter. "Dengan kemampuan perlambatan yang ada, jarak 107 meter tidak cukup untuk menghentikan KRL," kata Kusnendi kepada Tempo, Kamis, 15 Mei 2014. (bac: Mengapa Masinis Kereta Bintaro Tak Mengerem?)
Berdasarkan observasi dari video amatir, kata dia, KNKT menyimpulkan bahwa palang pintu perlintasan dari arah Tanah Kusir dan dari arah Ceger pada posisi terbuka. "Sementara sirine berbunyi terus-menerus."
Dengan tidak ditutupnya palang pintu perlintasan, Kusnendi menambahkan, truk tangki dapat melintas. "Diduga kuat penjaga pintu jalan perlintasan (PJL) tidak menurunkan palang pintu, karena posisi mobil tangki berada di perlintasan sebidang itu," kataNYa.
"Kemungkinan PJL mempertimbangkan, jika palang pintu perlintasan ditutup, mobil tangki akan terhalang untuk meloloskan diri dari perlintasan."
Saat kecelakaan, truk tangki tidak bisa melaju dengan kecepatan yang diperlukan. Ini diduga kuat karena kontur jalan dan kerusakan jalan di perlintasan sebidang nomor 57A yang bergelombang dan membentuk beberapa lekukan.
Dalam laporan hasil investigasi ini, ujar dia, KRL gagal berhenti. Pandangan masinis ke arah perlintasan sebidang terhalang jalan dari arah Polres Jakarta Selatan yang dilengkapi guard rail dan geometri jalan menanjak. (Baca: Tragedi Kereta Bintaro, Truk Tangki Memaksa Masuk?, Tabrakan Kereta Ulujami Mirip Tragedi Bintaro).
Pada Senin, 9 Desember 2013, pukul 10.00 WIB, mobil barang kereta tempelan (semi-trailer) tangki bernomor polisi B-9265-SEH dengan muatan 24 ribu liter Premium dari depo Pertamina di Plumpang menuju kawasan Bintaro, Jakarta Selatan. Cuaca saat itu berawan, tidak terjadi hujan. Batas pandang horizontal pun baik dan lalu lintas relatif tidak macet.
Pada 10.53 WIB, rangkaian KRL yang terdiri atas delapan kereta penumpang berangkat dari Stasiun Serpong menuju Stasiun Tanah Abang. Sekitar pukul 11.15 WIB, KRL dan truk tangki dari arah Tanah Kusir menuju Ceger bertabrakan di pintu perlintasan nomor 57A. Akibatnya, kobaran api muncul di seluruh bagian truk tangki, bagian depan KRL, dan beberapa bangunan dalam radius 15 meter.
MARIA YUNIAR