TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat transportasi Danang Parikesit menganggap Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Djoko Sasono terlalu saklek dalam menerjemahkan peraturan pemerintah tentang massa kendaraan dalam uji tipe kendaraan untuk bus tingkat wisata. Menurut dia, tak ada masalah jika massa kendaraan mengalami penyusutan, asalkan prinsip utama yakni keselamatan tak dilupakan.
"PP Nomor 55 Tahun 2012 pastinya dibuat dengan teknologi kendaraan pada masa itu. Yang namanya teknologi pasti berkembang," kata guru besar transportasi dari Universitas Gadjah Mada ini, Jumat, 30 Januari 2015.
Pernyataan Danang terkait dengan kegeraman Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama terhadap Dirjen Perhubungan Darat lantaran lima bus tingkat wisata dari Tahir Foundation tak dapat beroperasi dengan alasan tak lulus uji tipe. Dirjen Perhubungan Darat menggunakan Pasal 5 ayat 3G PP Nomor 55 Tahun 2012 tentang Kendaraan sebagai alasan tak meluluskan bus tingkat bermerek Mercedes-Benz itu. Permasalahan utama terletak pada massa bus yang hanya 18 ribu kilogram. Adapun dalam PP itu disebutkan jumlah berat yang dibolehkan (JBB) minimal 21 ribu kilogram.
Menurut peraturan, uji tipe kendaraan bermotor diartikan sebagai pengujian yang dilakukan terhadap fisik kendaraan bermotor atau penelitian terhadap rancang bangun dan rekayasa kendaraan bermotor, kereta gandengan, atau kereta tempelan sebelum dibuat dan/atau dirakit dan/atau diimpor secara massal. Dalam pasal dan ayat yang menjadi titik sengkarut, ada empat kriteria dimensi mobil bus tingkat yang harus dipenuhi untuk lulus uji tipe.
Keempat kriteria itu yakni:
1. JBB 21.000-24.000 kilogram.
2. Ukuran panjang keseluruhan 9.000-13.500 milimeter.
3. Ukuran lebar keseluruhan tidak melebihi 2.500 milimeter.
4. Ukuran tinggi bus tingkat tidak lebih dari 4.200 milimeter.
Menurut Danang, semestinya Dirjen Perhubungan Darat tak melarang bus tingkat ini karena massanya lebih ringan. "Justru seharusnya memberikan masukan kepada Gubernur atau menyusun ulang soal spesifikasi kendaraan angkutan umum massal berdasarkan riset teknologi terbaru," kata Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia ini. Sebab, kata dia, memutakhirkan rujukan dan spesifikasi teknis adalah tugas instansi di bawah Kementerian Perhubungan. (Baca: Kantor Jonan Hadang Izin Bus, Ahok: Perlu Berantem)
Danang juga merujuk pada PP Nomor 38 Tahun 2007 yang membagi kewenangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Ihwal bus tingkat wisata yang hanya akan beroperasi di DKI Jakarta--tak melintasi batas wilayah administrasi--merupakan kewenangan pemerintah daerah, sehingga Dinas Perhubungan Jakarta bisa berkoordinasi dengan Gubernur untuk membuat rujukan teknis. "Seharusnya tak jadi masalah. Apalagi kan hanya di dalam provinsi, dan Dinas Perhubungan bisa meriset tingkat keselamatan. Jika Gubernur mau bertanggung jawab penuh, mungkin malah bisa dibikin peraturan daerahnya," katanya.
DINI PRAMITA
Berita Terkait:
'Mobil Mewah di Jalur Busway, Ahok Langgar Hukum'
Mobil Boleh Masuk Busway, Masyarakat Girang
Ahok: Masa Bodoh, yang Penting Jakarta
Ahok Pro Orang Kaya Bolehkan Mobil di Jalur Busway