TEMPO.CO, Jakarta: Direktur Lalu Lintas Kepolisian Daerah Metro Jaya Komisaris Besar Risyapudin Nursin angkat bicara soal survei yang menyatakan Jakarta sebagai kota termacet di dunia.
Risyapudin mengatakan belum adanya suatu sistem manajemen yang terintegrasi menjadi penyebab jalanan di Jakarta macet. "Karena belum terintegrasi, ya, akhirnya macet," kata Risyapudin di kantornya, Rabu, 5 Februari 2015.
Sejumlah media massa internasional merilis hasil penelitian lalu lintas yang dilakukan oleh produsen oli Castrol. Menurut indeks Stop-Start Magnatec Castrol, rata-rata terdapat 33.240 kali proses berhenti-jalan per tahun di Jakarta. Jika dibandingkan dengan kota lain, indeks stop-start di Jakarta menempati urutan pertama.
Indeks ini mengacu terhadap data navigasi pengguna Tom Tom, mesin GPS, untuk menghitung jumlah berhenti dan jalan yang dibuat setiap kilometer. Jumlah tersebut lalu dikalikan dengan jarak rata-rata yang ditempuh setiap tahunnya di 78 negara.
Risyapudin mengatakan saat ini pemerintah daerah DKI Jakarta sedang berupaya mengatasi kemacetan. Seperti membangun jalur busway, proyek MRT, monorel, pembatasan 3 in 1, dan pembatasan sepeda motor di jalan protokol. "Kami mendukung kebijakan itu dan membantu dalam hal pengawasan pengendalian kemacetan," Risyapudin berujar.
Risyapudin menambahkan, Direktorat Lalu Lintas juga bekerja sama dengan Dinas Perhubungan untuk mengatur traffic light. "Jadi saat jumlah volume kendaraan terlalu padat, kami berikan kesempatan lampu hijau dua kali," katanya.
AFRILIA SURYANIS