TEMPO.CO , Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok mafhum jika Jakarta didaulat sebagai kota termacet sedunia menurut survei produsen oli Castrol . "Enggak bisa dihindari kalau Jakarta paling macet," kata dia di Balai Kota, Kamis, 5 Februari 2015.
Meski begitu, Ahok mengaku tengah berupaya mengatasi kemacetan dengan pelbagai cara. Pembangunan Mass Rapid Transit (MRT), salah satu cara mengatasi problem akut di Ibu Kota itu. "Kita lagi bangun MRT kan butuh waktu," ucap Ahok.
Sebab, Ahok menambahkan, proyek MRT sudah digagas sejak 10 tahun lalu tapi gagal dan baru dimulai lagi pembangunannya era Gubernur Joko Widodo. Ia tak ingin MRT sama nasibnya seperti monorel yang pembangunannya mangkrak hingga sekarang.
Selain itu, untuk memudahkan pengaturan kendaraan umum di jalanan, DKI membentuk PT Transportasi Jakarta. Ahok berharap perusahaan milik daerah itu menjadi induk semang bagi angkutan umum terutama soal manajemen. "Mereka baru kerja sekarang," ucap dia.
Ia mencontohkan pekerjaan yang telah dilakukan PT Transportasi Jakarta yakni melakukan kerja sama dengan operator untuk menerapkan sistem tarif rupiah per kilometer. "Nanti kopami dan kopaja yang masuk jalur Transjakarta harus pakai sistem itu." Ahok ingin sistem diuji coba pada April tahun ini.
Cara lain yang dilakukan Ahok untuk mengatasi kemacetan adalah membeli bus Transjakarta sebanyak-banyaknya. Namun, pembelian sempat bermasalah karena kasus bus karatan yang menjerat bekas Kepala Dinas Perhubungan Udar Pristono. "Kita lagi dorong e-katalog, mau scania mau hino sudah lengkap."
Hasil penelitian lalu lintas yang dilakukan oleh produsen oli Castrol menyatakan Jakarta sebagai kota termacet di dunia. Menurut indeks Stop-Start Magnatec Castrol, rata-rata terdapat 33.240 kali proses berhenti-jalan per tahun di Jakarta. Jika dibandingkan dengan kota lain, indeks stop-start di Jakarta menempati urutan pertama.
Indeks ini mengacu terhadap data navigasi pengguna Tom Tom, mesin GPS, untuk menghitung jumlah berhenti dan jalan yang dibuat setiap kilometer. Jumlah tersebut lalu dikalikan dengan jarak rata-rata yang ditempuh setiap tahunnya di 78 negara.
ERWAN HERMAWAN