TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menyayangkan keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta mengajukan hak angket.
"Hak angket tak memberi saya kesempatan untuk menjelaskan. Lebih bagus diinterpelasi," kata Ahok, sapaan Basuki, di Balai Kota, Selasa, 17 Februari 2015.
Semula, Dewan mewacanakan pengajuan dua hak, yakni hak angket dan hak interpelasi. Namun, Senin, 16 Februari 2015, Dewan bersepakat hanya menggunakan hak angket terhadap Ahok. Hak angket adalah hak legislatif untuk menyelidiki kebijakan kepala pemerintahan yang diduga bertentangan dengan undang-undang.
Penggunaan hak itu oleh DPRD DKI dilatarbelakangi perbedaan pendapat antara Dewan dan Ahok ihwal Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 2015. Ahok menyatakan siap menjelaskan perbedaan tersebut kepada para anggota Dewan.
Ahok tak mempermasalahkan penggunaan hak itu. Sambil terkekeh, ia justru berharap DPRD mengajukan hak interpelasi. "Kalau mereka tak ajukan interpelasi, bagaimana saya bisa jawab?" ujarnya. Ahok mengatakan hanya akan berkonsentrasi menyelesaikan tugas. "Saya tak mau pusing, kerja saja."
Rencana pengajuan hak interpelasi dan hak angket ini bermula saat Kementerian mengembalikan berkas APBD Jakarta pada 7 Februari lalu. Kementerian menilai berkas anggaran yang disampaikan Pemerintah Provinsi DKI tidak lengkap dan salah format karena menggunakan e-budgeting.
Dua hari berselang, DPRD menyerahkan draf APBD yang bentuknya dianggap sesuai dengan ketentuan—dicetak di kertas, ditandatangani pimpinan Dewan pada setiap lembarnya, dan diklaim sesuai dengan hasil rapat paripurna APBD yang disahkan pada 27 Januari lalu.
Wakil Ketua DPRD Jakarta Mohamad Taufik menuding Ahok telah melanggar hukum karena mengirim rincian APBD yang tak pernah dibahas bersama Dewan ke Kementerian. “Dia harus menjelaskan penyebab dikembalikannya APBD itu dan alasan mengirimkan versinya sendiri,” kata Taufik. Jika jawaban Ahok tak memuaskan, dia memprediksi masalah ini bisa berujung pemakzulan.
LINDA HAIRANI