TEMPO.CO, Tangerang - Rielda Amanda, pasien Rumah Sakit Siloam Karawaci yang meninggal setelah mendapat suntikan obat bius bermasalah produksi PT Kalbe Farma Tbk, merupakan sosok yang tomboi dan penyayang.
"Dia anak tomboi, periang, dan penyayang," kata Edward Amir, ayah Rielda, saat ditemui Tempo di rumahnya, Rabu malam, 18 Februari 2015
Bahkan, menurut Edward, putri sulungnya ini tergolong anak yang kuat, tidak gampang menyerah, dan tipe pekerja keras." Dia mandiri. Bahkan ketika bekerja, ditempatkan di mana pun mau saja," ujar Edward.
Sikapnya yang ramai dan supel itulah yang membuat Ary Avinto, 33 tahun, terpincut. Ary mengenal Rielda saat sama-sama bekerja di Batavia Air dan ditempatkan di Batam sekitar 2004 silam. "Saat itu Ida (sapaan Rielda) adalah atasan saya. Awalnya sering ledek-ledekan, tapi terus jadi manjang (berjodoh)," kata Ary mengenang perkenalan dengan Rielda.
Setelah di Batam, Ida dan Ary sempat ditugaskan di Surabaya oleh perusahaan yang sama. Sekitar 2011, Ida diterima menjadi pegawai negeri sipil di Kementerian Perhubungan. Tak lama Ary juga pindah kerja ke Garuda Indonesia." Setahun kemudian, kami menikah," kata Ary.
Selama menikah, mereka menetap di rumah orang tua Ida di perumahan Cipondoh Makmur, Kota Tangerang. Kehamilan anak pertama mereka semakin membuat bahagia pasangan itu. “Ida sudah menyiapkan dua nama untuk anak kami," kata Ary.
Namun, kebahagiaan itu terengut oleh obat bius bermasalah, obat buatan Kalbe Farma, ketika disuntikkan ke tubuh wanita berhijab itu saat operasi caesar kelahiran anak pertama mereka di Rumah Sakit Siloam Karawaci pada Rabu, 11 Februari lalu. Ida langsung kejang-kejang dan meninggal setelah dua hari mengalami koma. Adapun anaknya lahir dengan selamat.
JONIANSYAH