Telepon yang berlangsung selama lima menit itu berakhir, dan Retno tidak menyanggupi permintaan si penelepon. Setelah itu, Retno mendapat laporan dari rekan kerjanya di SMAN 3 bahwa ada seseorang yang menelepon ke sekolah dan meminta nomornya. "Saya duga dia dapat nomor saya setelah meminta ke sekolah," ujarnya.
Selang dua jam kemudian, sekitar pukul 09.00, telepon genggam Retno berbunyi dengan tampilan nomor yang tidak dikenalnya. Dia kembali mengangkat telepon itu. Lagi, suara pria yang menjadi lawan bicaranya.
Berbeda dengan penelepon pertama, suara pria ini sopan dan mengatasnamakan Wahyu Hadiningrat. Karena mendapat telepon serupa sebelumnya, Retno tidak terlalu serius menanggapi telepon itu, tetapi tetap melayaninya.
Dalam pembicaraan, pria tersebut kembali menyinggung kasus SMAN 3. Retno mengatakan penelepon itu meminta bantuan dana untuk Polres Metro Jakarta Selatan. "Dia minta Rp 100 juta karena Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara belum turun," katanya.
Sekitar sepuluh menit, telepon itu berakhir. Retno tidak menyanggupi permintaan tersebut. Lalu dia menelepon Kepala Kepolisian Sektor Setiabudi Ajun Komisaris Besar Audie Latuheru untuk memastikan apa benar nomor itu milik Wahyu.
Retno mendapat penjelasan bahwa itu bukan nomor Wahyu. Dia pun diberikan nomor Wahyu oleh Audie. Retno lalu melaporkan kejadian itu melalui pesan kepada Wahyu.
Walaupun mendapat ancaman dibunuh dan pemerasan, Retno mengaku tidak mau melaporkan ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban. Alasannya, dia melindungi siswa. "Siswa yang terkena skors itu belum paham hukum," tuturnya.
Kepala Polres Jakarta Selatan Komisaris Besar Wahyu Hadiningrat mengatakan jangan percaya telepon yang mengatasnamakan dia. Apalagi jika membicarakan uang damai dan meminta uang untuk Polres Jakarta Selatan. "Segera laporkan ke kami," ucapnya.
HUSSEIN ABRI YUSUF