TEMPO.CO , Jakarta: Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta menyatakan tak akan mencabut hak angket bagi Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama. Ketua Komisi Pembangunan DPRD DKI Jakarta Mohammad Sanusi mengatakan penggunaan hak angket bertujuan memperjelas silang pendapat antara Pemerintah DKI dan Dewan mengenai proses penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
"Hak angket tak boleh berhenti karena tujuannya membuktikan transparansi anggaran," kata Sanusi dalam diskusi yang digelar di DoubleTree Hotel, Cikini, Sabtu, 7 Maret 2015.
Sanusi menjelaskan, kisruh APBD dimulai saat APBD yang dikirimkan Pemerintah DKI bukan dokumen yang dibahas dalam rapat komisi. Ia mengatakan dasar pengirimannya yakni putusan Mahkamah Konstitusi yang menghapus kewenangan dewan untuk membahas anggaran hingga Satuan Tiga. Padahal, ia berujar saat itu Ahok meminta satuan kerja perangkat daerah agar membahas rancangannya bersama dewan.
Selain itu, Sanusi melanjutkan, belakangan diketahui putusan yang menjadi dasar hukum yang digunakan Pemerintah DKI itu hanya berlaku bagi Dewan Perwakilan Rakyat. Artinya, kata dia, frasa 'anggaran siluman' yang ditujukan bagi anggaran yang muncul setelah pembahasan bersama antara eksekutif dan legislatif justru berlaku bagi APBD yang disusun oleh Pemerintah DKI. Sebabnya, Pemerintah DKI hanya membahas program secara garis besar tanpa memaparkan rincian belanjanya. "Logikanya, kalau anggarannya sudah dikunci, mengapa minta dibahas oleh Dewan?" ujar Sanusi.
Hal lain yang membuktikan APBD versi Pemerintah DKI tidak sah, Sanusi berujar, yakni dikembalikannya dokumen itu oleh Kementerian Dalam Negeri. Ia menjelaskan, dokumen yang dikirim itu hanya mencantumkan rincian belanja. Sedangkan APBD yang diserahkan seharusnya memuat postur pendapatan, belanja, dan pembiayaan.
Untuk itu, politisi Partai Gerindra itu membantah pengadaan alat catu daya listrik sementara yang disebut Ahok diusulkan oleh Dewan. Ia berujar semua penyusunan belanja pengadaan dilakukan oleh Pemerintah DKI. "Ini melemahkan nilai DPRD," ujar dia.
Senada dengan Sanusi, Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Abraham 'Lulung' Lunggana tak ingin hak angket dicabut. Menurut dia, Dewan mendukung transparansi anggaran yang digagas oleh Ahok. Namun yang menjadi masalah, kata dia, proses penyusunan APBD 2015 cacat administrasi.
Politisi Partai Persatuan Pembangunan itu menganggap Ahok melanggar hukum dengan memalsukan dokumen APBD. "Hak angket tak bisa mundur lagi," ujar Lulung.
Sementara itu, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menyatakan mendukung penggunaan e-budgeting dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 2015 yang diajukan Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama.
"Pegangan Kemendagri adalah pengajuan hasil pembahasan anggaran di paripurna dengan menggunakan e-budgeting," kata Tjahjo di kantornya, Rabu, 4 Maret 2015.
Menurut dia, sistem tersebut dapat menghemat anggaran karena semua mata anggaran disusun hingga harga satuannya. Dengan begitu, alokasi anggaran yang direncanakan secara detail sejak awal tidak akan menjadi sisa lebih penggunaan anggaran yang tidak terpakai.
Tjahjo menambahkan, penyusunan anggaran secara elektronik yang dilakukan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tak bermasalah. Kesimpulan ini dihasilkan setelah APBD 2015 DKI Jakarta dievaluasi Direktorat Jenderal Keuangan Kementerian Dalam Negeri.
LINDA HAIRANI