TEMPO.CO, Jakarta - Pertikaian antara Wakil Ketua DPRD Jakarta Abraham “Lulung” Lunggana dan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama tidak ada relevansi atau keterkaitannya dengan Betawi. "Saya pikir tidak tepat jika ada yang mengidentikkan Lulung dengan Betawi lalu nama Betawi dibawa-bawa ke konflik ini," kata Rusdi Saleh, tokoh Betawi, kepada Tempo, Selasa, 17 Maret 2015.
Rusdi memahami jika ada pro dan kontra terkait dengan tindak-tanduk Lulung selama menjadi anggota Dewan. Dalam konflik ini, ujar dia, posisi Lulung bukan sebagai orang Betawi, tapi sebagai anggota Dewan yang tidak puas dengan Ahok. Dia mengaku tidak tahu seberapa besar dukungan masyarakat Betawi untuk Lulung dalam konflik ini.
Berkebalikan dengan Rusdi, Ubung yang mengaku warga Betawi justru merasa kesal dengan Lulung. "Dia enggak cocok jadi panutan," ucapnya. Bahkan Ubung mengaku muak mendengar protes Lulung terhadap Ahok. "Dia bukan Betawi kalau ngomong-nya begitu," tutur koordinator Mat Peci ini.
Konflik Lulung versus Ahok bermula dari penertiban pedagang kaki lima dan perparkiran di Pasar Tanah Abang. Saat itu Lulung, yang merupakan tokoh Tanah Abang, geram dengan Ahok yang menyebut anggota Dewan tidak boleh “bermain” di Tanah Abang.
Konflik meruncing saat pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 2015. Dalam hal ini, Ahok menemukan anggaran siluman sebesar Rp 12,19 triliun.
DINI PRAMITA