TEMPO.CO, Jakarta - Perseteruan antara Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama versus Dewan Perwakilan Rakyat Daerah berlanjut. Puncaknya adalah penolakan Dewan menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 2015 yang telah dievaluasi Kementerian Dalam Negeri. Dalam konflik ini, Wakil Gubernur Djarot Saiful Hidayat terkesan menghilang.
"Kemungkinan besar dia bermain aman sebab partainya saat ini kan jadi rival Ahok," kata pakar politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Indria Samego kepada Tempo, Selasa, 24 Maret 2015.
Indria mencurigai ada pembisik yang mengatur strategi Djarot untuk bermain aman. "Skenario pertama ya dia dibuat diam dulu, jangan bergerak. Nanti kalau kisruh ini berujung impeachment, ya dia tinggal naik," kata Indria. Sebab, dari segi politik, Djarot yang berasal dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan lebih diuntungkan ketimbang Ahok yang tak memiliki dukungan partai politik.
Skenario kedua, kata dia, Djarot yang berasal dari Blitar belum dapat melepaskan diri dari kultur Jawa. "Mungkin dia mau membela Ahok, tapi nanti malah mempersulit dirinya," kata Indria. Terlebih PDIP saat ini bersikap sama seperti mayoritas partai-partai di Dewan.
Skenario ketiga, menurut dosen peraih master dan doktor di Flinders University of South Australia ini adalah Djarot gagap menghadapi peta politik di DKI Jakarta. "Dia ternyata belum bisa beradaptasi dengan persoalan di Jakarta yang beda dengan Blitar," kata dia.
Secara etis, kata pria kelahiran Cirebon ini, diamnya Djarot patut dipertanyakan. "Seharusnya sebagai wakil gubernur dia mampu melepaskan diri dari kepentingan partainya," kata Indria. Djarot, kata dia, seharusnya membela kepentingan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
DINI PRAMITA