TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengatakan kerja sama antara pegawai negeri sipil dengan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta untuk menyisipkan anggaran siluman sudah berlangsung sejak lama. Kerja sama tersebut biasanya dilakukan pada saat-saat terakhir sebelum anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) diserahkan ke Kementerian Dalam Negeri.
"Dari dulu kami kecolongan," kata Ahok, sapaan Basuki, di Balai Kota, Jumat, 27 Maret 2015.
Ahok menjelaskan modus yang digunakan oleh para pegawai dan anggota Dewan beragam. Pada kegiatan pembangunan sekolah, misalnya, penggelembungan anggaran dilakukan dengan menambah lama hari kerja, menambah jumlah pekerja yang dibutuhkan, dan mengurangi mutu bahan yang digunakan.
Modus lainnya, ujar Ahok, yakni pembangunan fasilitas sekolah berupa lapangan olahraga. Pada dokumen lelang, lapangan tersebut tertulis berstandar internasional. Namun realisasinya hanya berupa lapangan yang tak memenuhi standar. "Mereka bilang lapangannya berstandar NBA, ternyata bukan," kata dia.
Salah satunya sumber anggaran siluman itu, kata Ahok, yakni pengadaan Uninterruptible Power Supply (UPS) atau alat catu daya listrik sementara. Pada APBD 2014, pengadaan UPS yang paling banyak ditemukan di Jakarta Barat dilakukan satu paket dengan pengadaan digital education classroom, pengadaan scanner dan printer, dan pengadaan perangkat sains modern.
Ahok berujar kejadian tersebut sudah diminimalisasi pada penyusunan APBD 2015. Ia mengatakan sistem E-budgeting membuat anggota Dewan tak bisa lagi menitipkan pokok pikiran berupa kegiatan kepada jajaran satuan kerja perangkat daerah. "Sekarang sistemnya sudah baik, legislatif tak bisa menitipkan pokok pikiran lagi," ujar Ahok.
LINDA HAIRANI