TEMPO.CO, Jakarta - Kriminolog Universitas Indonesia, Muhammad Mustafa, mengatakan kasus pelemparan batu di jalan tol tidak bisa dijerat menggunakan hukum pidana. "Kalau pelakunya anak-anak, tidak bisa dikatakan kriminal, tapi kenakan biasa," ujarnya saat dihubungi, Rabu, 8 April 2015.
Aksi pelemparan batu yang dilakukan anak-anak merupakan bukti kegagalan sekolah, orang tua, dan masyarakat dalam melakukan pembinaan terhadap mental mereka. "Kenapa bermain di sekitar tol, memang tidak ada lahan lain? Harusnya negara peka terhadap hal ini," katanya.
Pelaku pelemparan, kata dia, tidak serta-merta dijerat hukum pidana. Jika mereka masih berusia di bawah 12 tahun, pemerintah wajib melakukan pembinaan mental. Namun, jika lebih dari usia itu, negara bisa melakukan proteksi secara hukum. "Namun tentu arahnya tidak dihukum, tapi dikembalikan ke masyarakat," tuturnya.
Mustafa menilai rendahnya perhatian pemerintah dalam melakukan pembinaan mental terhadap anak-anak saat ini disinyalir menjadi penyebab kenakalan mereka. Dengan demikian, tidak disangsikan aksi pelemparan batu di jalan tol sulit dikendalikan. "Persoalannya, kalau dikembalikan ke orang tua dan masyarakat, apakah mereka mampu mendidik dan mengawasi anak serta menanamkan moral?" ujar Mustafa.
Selain faktor rendahnya pembinaan, Mustafa melanjutkan, aksi pelemparan batu merupakan bukti nyata rendahnya area bermain anak. Pemerintah seharusnya menyediakan arena bermain yang layak dan gratis untuk menyalurkan hobi dan bakat mereka. "Negara tidak cukup menghukum. Kalau ada area bermain yang layak, ngapain mereka bermain di jembatan jalan tol?" katanya.
Sebelumnya, terjadi pelemparan batu terhadap sebuah mobil Innova di sekitar jalur Cikunir. Kaca depan mobil itu pecah, sementara batu masih menempel di sana. Manajemen PT Jalan Tol Lingkar Luar mengaku bahwa beberapa titik, seperti jalur Pesanggrahan, Ulujami, dan Veteran, merupakan area yang kerap digunakan pelaku tangan jail—mayoritas dilakukan anak belasan tahun.
JAYADI SUPRIADIN