TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mempertanyakan keputusan Menteri Perdagangan Rachmat Gobel yang mengizinkan penjualan minuman beralkohol di Bali. Menurut Ahok, peraturan tersebut seharusnya berlaku bagi semua wilayah Indonesia.
"Lucu juga, kan?" kata Ahok, sapaan Basuki, di Balai Kota, Jumat, 17 April 2015.
Menteri Rachmat memutuskan minuman beralkohol hanya boleh dijual di Pantai Sanur dan Kuta, Bali. Ia meminta para penjual minuman non-minimarket di kedua lokasi itu membuat koperasi agar minuman beralkohol itu benar-benar hanya dikonsumsi oleh wisatawan mancanegara.
Ahok menambahkan, pembagian lokasi yang diperbolehkan menjual minuman beralkohol menyiratkan adanya pembagian wilayah berdasarkan hukum syariah. Padahal Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 06/M-DAG/PER/1/2015 tentang Pengendalian dan Pengawasan terhadap Pengadaan, Peredaran, dan Penjualan Minuman Beralkohol seharusnya tak membedakan wilayah. Peraturan ini resmi berlaku pada 16 April 2015.
Selain itu, Ahok mengatakan pembatasan penjualan minuman beralkohol golongan A atau berkadar kurang dari 5 persen di minimarket tidak adil untuk pabrik minuman itu. Menurut dia, pabrik-pabrik tersebut bisa merugi lantaran harus terus beroperasi tapi distribusi produk dibatasi.
Kata Ahok, peraturan Menteri Perdagangan tersebut seharusnya sekalian melarang pabrik bir beroperasi. Sebab kebijakan itu akan menyelamatkan pemilik pabrik dari kerugian yang besar. Jika dilarang beroperasi, Ahok melanjutkan, mereka akan bersiap berinvestasi ke negara lain, sehingga tak menanggung kerugian yang terlampau besar. "Hal larangan dan pembatasan ini mesti jelas," ujar Ahok.
Ketimbang melarang penjualan bir, Ahok menyarankan, pemerintah pusat lebih baik membangun toko yang khusus menjual minuman keras di seluruh Indonesia. Toko itu harus menerapkan peraturan ketat ihwal pembeli. Dengan begitu, peredaran minuman keras tetap terkendali. "Bukan larangan, tapi pengaturan tempat berjualan," kata Ahok.
LINDA HAIRANI