TEMPO.CO , Jakarta: Hampir satu bulan, kematian Akseyna Ahad Dori, mahasiswa Universitas Indonesia yang ditemukan tewas mengambang di Danau Kenanga pada 28 Maret 2015 belum terungkap. Kepolisian Resor Depok belum bisa memastikan apa mahasiswa Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam itu dibunuh atau bunuh diri.
Kolonel Sus Mardoto, ayah Akseyna Ahad Dori, mengatakan dalam kurun waktu itu, pihak keluarga belum melihat hasil otopsi yang sudah dilakukan polisi. "Apa saya harus minta? Seharusnya mereka yang memberikan," kata dia ketika dihubungi Tempo, Senin, 20 April 2015. "Keluarga akan senang jika polisi memberikan hasil otopsi itu."
Otopsi jenazah dilakukan tim forensik Rumah Sakit Polri R. Sukanto, Kramatjati, Jakarta Timur. Mayat Aksyena langsung dibawa saat ditemukan dalam kondisi berpakaian lengkap dan tas berisi batu yang menempel dipunggungnya. Batu itu, diduga untuk menenggelamkan Akseyna.
Kepala Bidang Kedokteran dan Kesehatan Kepolisian dan Kesehatan Kepolisian Daerah Metro Jaya, Komisaris Besar Musyafak, mengatakan ada sejumlah luka memar pada jenazah pria berusia 18 tahun itu. "Tapi, saya kurang hafal di bagian mana," katanya Selasa, 14 April 2015.
Musyafak menjelaskan luka memar itu bisa akibat benda tumpul. "Tapi, bukan berarti dipukul, bisa terbentur," ujarnya. Sebab, dari hasil pemeriksaan forensik, Akseyna masih bernapas saat berada di dalam air.
"Itu diketahui karena ada pasir dan air di dalam paru-parunya," katanya. Menurut Musyafak, Akseyna meninggal karena lemas pada paru-paru akibat tidak ada udara dan menghirup air. "Itu penyebab kematiannya, tapi apakah tenggelam sendiri atau ditenggelamkan (dibunuh), ini yang masih diselidiki dan ranahnya penyidik."
Menurut Mardoto, keluarga hanya tahu lewat media ihwal hasil keterangan otopsi. "Saat diperiksa, kami juga tidak diperlihatkan hasil otopsi itu," katanya. Jika pihak keluarga bisa diberikan hasil otopsi Akseyna, maka akan ada sedikit kelegaan ihwal penyebab kematian. "Kami sudah ikhlas. Namun, cara kematian Akseyna sangat tidak wajar dan janggal," katanya.
Kejanggalan pertama, ucap Mardoto, berada di tas menempel yang ditemukan saat mayat Akseyna ditemukan. Dalam tas itu, ditemukan bongkahan batu yang diduga untuk menenggelamkan pria yang akbar disapa Ace.
Kedua, kata Mardoto, adanya luka memar di tubuh Ace. Ketiga, secarik kertas bertuliskan ""'Will not return for please don't search for existence, my apologies for everything enternally," yang ditemukan di kamar kos Ace di Kelurahan Kukusan, Beji, bukan tulisan anaknya. "Penyidik banyak mengabaikan pertemuan awal ini,"katanya.
Menurut Mardoto, walau keluarga sudah ikhlas ihwal kematian Ace, anaknya yang berprestasi patuh, kritis, rumahan, dan tidak suka keluyuran. Namun, dia berharap kepolisian bisa membuka kasus ini. "Karena, kalau bunuh diri tidak akan melakukan cara serumit itu."
HUSSEIN ABRI YUSUF | AFRILIA SURYANIS